Yang Haram bagi Perempuan di Masa ‘Iddah

Selama masa ‘iddah, ada beberapa hal yang hendaknya diperhatikan oleh seorang wanita. Beberapa di antaranya, wanita tersebut wajib tinggal di rumah di mana suaminya meninggal dunia, tidak berpindah tempat kecuali karena ada alasan syar’i. Rasulullah saw bersabda kepada Furai’ah binti Malik ra, “Tinggallah di rumahmu hingga masa ‘iddahmu selesai.” (HR Tirmidzi). Apakah itu berarti perempuan tersebut tidak boleh beraktifitas di luar sama sekali? 0857-9417-xxxx

Hadits yang anda maksud merupakan jawaban Nabi saw atas pertanyaan Furai’ah ra yang ditinggal mati oleh suaminya:

فَسَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺأَنْ أَرْجِعَ إِلَى أَهْلِي، فَإِنَّ زَوْجِي لَمْ يَتْرُكْ لِي مَسْكَنًا يَمْلِكُهُ وَلَا نَفَقَةً

“Aku memohon kepada Rasulullah saw untuk pulang ke keluargaku karena suamiku tidak meninggalkan rumah untukku yang dimiliki sendiri olehnya tidak juga nafkah.” (Sunan at-Tirmidzi bab ma ja`a aina ta’taddal-mutawaffa zaujuha no. 1204)

Terkait hadits ini Imam at-Tirmidzi menjelaskan bahwa mayoritas ulama menjadikannya dalil untuk seorang perempuan yang ditinggal mati suaminya, ia harus tetap tinggal di rumah yang ditinggalinya ketika suaminya meninggal. Tidak boleh berpindah rumah hingga habis masa iddahnya empat bulan sepuluh hari. Ada memang sebagian ulama yang membolehkan, tetapi Imam at-Tirmidzi menegaskan, pendapat mayoritas ulama lebih shahih. Imam as-Syaukani dalam Naiul-Authar menegaskan, karena tidak ada hadits lain yang menyalahinya (Tuhfatul-Ahwadzi).
Jadi hadits di atas tidak melarang sama sekali keluar rumah, hanya tidak boleh berpindah tempat tinggal sampai habis masa iddahnya. Terlebih hadits Jabir ra riwayat Muslim jelas membolehkannya.

عن جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قال: طُلِّقَتْ خَالَتِى فَأَرَادَتْ أَنْ تَجُدَّ نَخْلَهَا فَزَجَرَهَا رَجُلٌ أَنْ تَخْرُجَ فَأَتَتِ النَّبِىَّ ﷺ فَقَالَ بَلَى فَجُدِّى نَخْلَكِ فَإِنَّكِ عَسَى أَنْ تَصَدَّقِى أَوْ تَفْعَلِى مَعْرُوفًا

Dari Jabir ibn ‘Abdillah, ia berkata: Bibiku diceraikan suaminya. Lalu ketika ia akan memetik kurma yang baru matang, ada seseorang yang melarangnya keluar dari rumah. Ia pun datang kepada Nabi saw dan mengadu. Beliau menjawab: “Tidak demikian, silahkan petik kurma yang baru matang, karena dengannya kamu bisa bershadaqah atau berbuat kebaikan.” (Shahih Muslim bab jawaz khuruj al-mu’taddah al-ba`in no. 3794).

Hadits ini menegaskan bahwa perempuan yang ditalak atau yang sedang masa iddah diperbolehkan untuk beraktifitas amal-amal kebaikan seperti shadaqah atau yang lainnya di luar rumahnya.

Larangan untuk perempuan di masa iddah itu hanya menikah atau menerima pinangan dari lelaki lain saja, sebagaimana ditegaskan dalam QS. al-Baqarah [2] : 235. Untuk itu maka Nabi saw melarang perempuan berdandan dengan model dandanan seperti akan menikah atau menerima pinangan. Bukan berarti haram berdandan secara umum, karena Nabi saw mempersilahkannya hanya harus yang sewajarnya dan tidak boleh berlebihan. Al-Hafizh Ibn Hajar telah menuliskan hadits-haditsnya di bab ‘iddah kitab Bulughul-Maram:

وَعَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: جَعَلْتُ عَلَى عَيْنِي صَبِرًا, بَعْدَ أَنْ تُوُفِّيَ أَبُو سَلَمَةَ, فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ : إِنَّهُ يَشُبُّ الْوَجْهَ, فَلَا تَجْعَلِيهِ إِلَّا بِاللَّيْلِ, وَانْزِعِيهِ بِالنَّهَارِ, وَلَا تَمْتَشِطِي بِالطِّيبِ, وَلَا بِالْحِنَّاءِ, فَإِنَّهُ خِضَابٌ. قُلْتُ: بِأَيِّ شَيْءٍ أَمْتَشِطُ؟ قَالَ: بِالسِّدْرِ. رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ, وَالنَّسَائِيُّ, وَإِسْنَادُهُ حَسَنٌ

Ummu Salamah ra berkata: “Aku menggunakan jadam (semacam celak) di mataku setelah kematian Abu Salamah.” Lalu Rasulullah saw bersabda: “(Jadam) itu mempercantik wajah, maka janganlah memakainya kecuali pada malam hari dan hapuslah pada siang hari, jangan menyisir dengan minyak wangi atau dengan pacar rambut, karena yang demikian itu termasuk celupan (semiran).” Aku bertanya: “Dengan apa aku menyisir?” Beliau bersabda: “Dengan bidara.” Riwayat Abu Dawud dan Nasa’i. Sanadnya hasan.

Jadi Nabi saw sebatas mengizinkan berdandan untuk membersihkan dan merapikan penampilan saja. Tidak sampai bermake-up dan memakai parfum. Wal-‘Llahu a’lam