Tarawih Harus 4-4-3?

Bismillah. Apakah benar bahwa Tarawih harus 4-4-3, tidak boleh 2-2-2-2-3 atau lainnya? Jama’ah Situaksan, Bandung

Menyatakan suatu ibadah terbatas pada satu kaifiyyat harus didasarkan pada dalil. Jika tidak ada dalil yang membatasi, maka jangan disimpulkan terbatas dengan membid’ahkan kaifiyyat lainnya. Lebih jelasnya bisa disimak dua hadits berikut.

عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَجُلاً جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ  وَهُوَ يَخْطُبُ فَقَالَ كَيْفَ صَلَاةُ اللَّيْلِ فَقَالَ مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خَشِيتَ الصُّبْحَ فَأَوْتِرْ بِوَاحِدَةٍ تُوتِرُ لَكَ مَا قَدْ صَلَّيْتَ

Dari Ibn ‘Umar, sesungguhnya seseorang datang kepada Nabi saw ketika beliau khutbah. Ia bertanya: “Bagaimana shalat malam itu?” Beliau menjawab: “Dua raka’at, dua raka’at. Jika kamu takut shubuh maka witirlah satu raka’at yang akan mewitirkan untukmu shalat yang sudah kamu kerjakan.” (Shahih al-Bukhari bab al-halq wal-julus fil-masjid no. 473. Hadits ini diriwayatkan di hampir semua kitab hadits)

عَنْ أَبِي سَلَمَةَ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ كَيْفَ كَانَتْ صَلاةُ رَسُولِ اللَّهِ  فِي رَمَضَانَ فَقَالَتْ مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا

Dari Abu Salamah, bahwasanya ia bertanya kepada ‘Aisyah bagaimana shalat Rasulullah saw pada bulan Ramadlan? ‘Aisyah menjawab: “Beliau tidak menambah baik pada bulan Ramadlan atau selain Ramadlan atas 11 raka’at. Beliau shalat 4 raka’at, tidak perlu kamu bertanya baik dan panjangnya. Kemudian 4 raka’at, tidak perlu kamu bertanya baik dan panjangnya. Kemudian shalat 3 raka’at (Shahih al-Bukhari bab fadlli man qama Ramadlan no. 2013).

Jawaban ‘Aisyah: “Beliau tidak menambah baik pada bulan Ramadlan atau selain Ramadlan atas 11 raka’at,” jelas tidak membatasi Ramadlan. ‘Aisyah menjawab secara umum saja, baik Ramadlan atau di luar Ramadlan, sama tidak pernah lebih dari 11 raka’at. ‘Aisyah kemudian menyebutkan 4-4-3. Sementara di riwayat lain, tanpa menyebutkan Ramadlan atau luar Ramadlan, ‘Aisyah meriwayatkan 2-2-2-2-2-1 (11 raka’at), 2-2-2-2-5 (13 raka’at dengan kemungkinan 2 raka’at pertama iftitah), 2-2-2-1-2-2 (13 raka’at dengan 2 raka’at sesudah witir, dan 2 raka’at qabla shubuh), 9-2, 7-2 (semua hadits ‘Aisyah ini dikutip dari Shahih Muslim bab shalatil-lalil wa ‘adad raka’atin-Nabi saw dan bab jami’ shalatil-lail). Artinya, baik Ramadlan atau luar Ramadlan, Nabi saw selalu tidak lebih dari 11 raka’at, dengan formasi raka’at yang beragam sebagaimana dijelaskan di atas.

Sementara hadits Ibn ‘Umar di awal, menurut al-Hafizh Ibn Hajar, menunjukkan pembatasan. Sebab merupakan jawaban dari pertanyaan: “Bagaimana shalat malam itu?” Nabi saw kemudian menjawab: “Dua raka’at-dua raka’at…witir 1 raka’at” Meski demikian, tegas al-Hafizh, ini juga tidak membatasi mutlak harus 2-2… + witir, sebab ada hadits lain yang menyebut 4-4-3, 9-2, dan lainnya. Sifatnya hanya sebatas afdlal (lebih utama) karena merupakan jawaban Nabi saw langsung atas pertanyaan kaifiyyat shalat malam baik Ramadlan atau luar Ramadlan dan sanadnya lebih banyak (Fathul-Bari bab ma ja`a fil-witr). al-Hafizh Ibn Hajar menjelaskan juga bahwa tidak ada satu pun hadits yang menjelaskan raka’at tarawih Rasulullah saw selain hadits Jabir riwayat Ibn Khuzaimah: 8 raka’at + witir (Fathul-Bari bab tahridlin-Nabi saw ‘ala shalatil-lail). Hadits ‘Aisyah di atas, sama sekali tidak menjelaskan tarawih Rasul saw, sebab jawaban beliau umum mencakup di luar Ramadlan. Kaidah fiqih menyatakan: al-‘ibrah bi ‘umumil-lafzhi la bi khushushis-sabab; mengambil kesimpulan itu dari umumnya lafazh, bukan khususnya sebab. Meski pertanyaannya terkait shalat Tarawih, tetapi jawaban ‘Aisyah umum mencakup di luar tarawih. Kalau kemudian disimpulkan khusus tarawih, jelas keliru.

A. Hassan dalam Pengajaran Shalat hlm. 64 menulis: “Sembahyang Tarawieh dan Witr boleh dikerjakan bermacam-macam: 1) Sembahyang Tarawieh dua rak’at empat kali, jadi delapan rak’at, inilah yang sebaik-baiknya, lantas tiga rak’at Witr…”. Wal-‘Llahu a’lam.