Takbir dalam Iqamat

Ustadz mohon dijelaskan kedudukan hadits takbir dalam iqamat antara yang satu kali dan dua kali. 08212613xxxx
Hadits tentang adzan dan iqamat itu yang pokok dan sharih (jelas) adalah hadits ‘Abdullah ibn Zaid, seorang shahabat yang bermimpi adzan dan kemudian dibenarkan oleh Nabi saw (Musnad Ahmad bab hadits ‘Abdullah ibn Zaid no. 16477, 16478; Sunan Abi Dawud bab kaifal-adzan no. 499; Sunan at-Tirmidzi bab ma ja`a fi bad`il-adzan no. 189). Dalam hadits tersebut disebutkan bahwa lafazh adzan yang diajarkan malaikat Jibril as adalah sebagai berikut:

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ – اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ – أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ – أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ – أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً رَسُولُ اللهِ – أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً رَسُولُ اللهِ – حَىَّ عَلَى الصَّلاَةِ – حَىَّ عَلَى الصَّلاَةِ – حَىَّ عَلَى الْفَلاَحِ – حَىَّ عَلَى الْفَلاَحِ – اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ – لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ

Sementara lafazh iqamatnya jelas disebutkan takbirnya dua kali:

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ – أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ – أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً رَسُولُ اللهِ – حَىَّ عَلَى الصَّلاَةِ – حَىَّ عَلَى الْفَلاَحِ – قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ – قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ – اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ – لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ

Adapun hadits yang selalu dijadikan dalil bahwa takbir dalam iqamat boleh dibaca sekali adalah sebagai berikut:

عَنْ أَنَسٍ  قَالَ أُمِرَ بِلَالٌ  أَنْ يَشْفَعَ الْأَذَانَ وَأَنْ يُوتِرَ الْإِقَامَةَ إِلَّا الْإِقَامَةَ

Dari Anas ra, ia berkata: “Bilal ra diperintahkan untuk menggenapkan adzan dan mengganjilkan iqamat kecuali lafazh iqamah [qad qamatis-shalah] (Shahih al-Bukhari bab al-adzan matsna matsna no. 605 dan bab al-iqamah wahidah illa qad qamatis-shalah no. 607; Shahih Muslim bab al-amr bi syaf’il-adzan wa itaril-iqamah no. 864)
Hadits ini ihtimal (mengandung ketidakjelasan) untuk dijadikan dalil bahwa takbir dalam iqamat satu kali, sebab tidak menyebutkan jelas lafazh takbir iqamat satu kali, hanya menyebutkan adzan genap dan iqamat ganjil. Maka dari itu hadits ini tidak dijadikan pegangan dalam adzan. Sebab jika rujukan dalilnya hadits Anas/Bilal ini, maka pasti lafazh la ilaha illal-‘Llah yang terakhir dalam adzan tidak akan satu kali. Lafazh la ilaha illal-‘Llah yang terakhir dalam adzan satu kali itu karena dalilnya hadits ‘Abdullah ibn Zaid di atas. Maka dari itu seyogianya dalam iqamat pun demikian. Jangan menggunakan dalil hadits yang ihtimal, tetapi gunakan dalil hadits yang sharih, yakni hadits ‘Abdullah ibn Zaid. Maka dari itu Imam an-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim menjelaskan bahwa maksud iqamat ganjil itu adalah termasuk takbir dua kali tapi diucapkan dalam satu kali nafas. Itulah yang dimaksud ganjil dalam hadits Anas/Bilal di atas untuk takbir iqamat.
Dalam hal ini A. Hassan juga menjelaskan sama dalam Tarjamah Bulughul Maram, sebagaimana berikut:
Menggenapkan di sini, maqshudnya menyebut sesuatu dua kali atau empat kali sebagaimana tersebut di keterangan Hadits ke 190; dan menunggalkan itu maqshudnya mengganjilkan sebutan iqamat kecuali “qadqamatish-shalah”, dan kecuali “Allahu-akbar, Allahu-akbar” di permulaannya, karena dua Allahu-akbar itu dipandang sekali.
Meski tentunya kami tidak berhak untuk menyalahkan yang membaca takbir iqamat satu kali, tetapi kami berhak untuk menjelaskan bahwa yang paling tepat berdasarkan dalil adalah yang lafazh takbir iqamatnya dua kali, baik di awal atau di akhir, sebagaimana disebutkan dalam hadits ‘Abdullah ibn Zaid di awal. Wal-‘Llahu a’lam.