Syafa’at Nabi saw pada Hari Hisab (Bagian Ketiga)

Setelah manusia mendapatkan syafa’at (pertolongan) Nabi saw di mauqif atau mahsyar, masih ada lagi syafa’at beliau saw untuk umat Islam di tahap berikutnya, utamanya pada saat hisab (penghitungan amal manusia) di hari kiamat nanti, menjelang putusan akhir masuk surga atau neraka. Pada saat-saat genting seperti itu, Nabi Muhammad saw datang sebagai penyelamat bagi umat manusia melalui syafa’atnya.


Syafa’at yang kedua akan diberikan kepada orang-orang tertentu sehingga mereka tidak mengalami hisab sama sekali.

ثُمَّ يُقَالُ يَا مُحَمَّدُ ارْفَعْ رَأْسَكَ سَلْ تُعْطَهْ وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ فَأَرْفَعُ رَأْسِي فَأَقُولُ أُمَّتِي يَا رَبِّ أُمَّتِي يَا رَبِّ أُمَّتِي يَا رَبِّ فَيُقَالُ يَا مُحَمَّدُ أَدْخِلْ مِنْ أُمَّتِكَ مَنْ لَا حِسَابَ عَلَيْهِمْ مِنْ الْبَابِ الْأَيْمَنِ مِنْ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ وَهُمْ شُرَكَاءُ النَّاسِ فِيمَا سِوَى ذَلِكَ مِنْ الْأَبْوَابِ

Kemudian dikatakan: “Hai Muhammad, angkat kepalamu, mintalah kamu pasti akan diberi, dan memohonlah kamu pasti akan diberi wewenang syafa’at.” (Nabi saw bersabda:) Maka aku mengangkat kepalaku dan berkata: “Umatku wahai Rabb, umatku wahai Rabb, umatku wahai Rabb.” Lalu dikatakan: “Hai Muhammad, masukkan dari umatku orang yang tidak akan dihisab dari pintu surga sebelah kanan. Sementara kelompok yang lainnya dari pintu-pintu lainnya.” (Shahih al-Bukhari bab dzurriyyata man hamalna ma’a Nuh no. 4712).
Menurut al-Hafizh, umat Nabi Muhammad saw yang diberi syafa’at sehingga tidak dihisab (dan tidak akan disiksa) tersebut bukan yang 70.000 pertama yang sudah dijanjikan akan masuk surga tidak melalui syafa’at (hadits Ibn ‘Abbas dalam Shahih al-Bukhari kitab at-thibb bab man iktawa au kawwa ghairahu no. 5705 tentang mereka yang bertawakkal sampai tidak menempuh cara berobat). Mereka yang masuk surga tanpa dihisab melalui syafa’at Nabi saw adalah tambahan 70.000 berikutnya dari setiap kelipatan 1.000 yang pertama, sehingga jumlahnya kurang lebih 4.900.000 (terdapat juga riwayat yang menyatakan bahwa tambahannya itu dari setiap 1 orang ditambah 70.000 sehingga jumlahnya 4.900.000.000. Tetapi riwayat yang ini statusnya dla’if. Demikian penjelasan al-Hafizh Ibn Hajar dalam Fathul-Bari kitab ar-riqaq bab yadkhulul-jannah sab’una alfan bi ghairi hisab). Syafa’at Nabi saw untuk mereka yang masuk surga tanpa dihisab itu didasarkan pada hadits berikut:

سَأَلْتُ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ فَوَعَدَنِي أَنْ يُدْخِلَ مِنْ أُمَّتِي سَبْعِينَ أَلْفًا عَلَى صُورَةِ الْقَمَرِ لَيْلَةِ الْبَدْرِ، فَاسْتَزَدْتُ، فَزَادَنِي مَعَ كُلِّ أَلْفٍ سَبْعِينَ أَلْفًا

“Aku memohon kepada Rabbku ‘azza wa jalla, lalu Dia menjanjikanku untuk memasukkanku dari umatku 70.000 yang seperti rupa bulan purnama. Lalu aku meminta tambahan, dan Dia menambah dari setiap 1.000 ditambah 70.000.” (Musnad Ahmad bab Musnad Abi Hurairah no. 8707. Hadits ini diriwayatkan juga oleh Abu Ayyub riwayat at-Thabrani, Hudzaifah riwayat Ahmad, Anas riwayat al-Bazzar, Tsauban riwayat Ibn Abi ‘Ashim, dan Abu Umamah riwayat at-Tirmidzi, yang masing-masingnya saling menguatkan meski pada masing-masingnya ada sedikit kelemahan, sehingga al-Hafizh Ibn Hajar menilainya jayyid/bagus dalam Fathul-Bari bab yadkhulul-jannah sab’una alfan bi ghairi hisab).
Catatan: Sampai tulisan ini dibuat, penulis belum menemukan keterangan siapa saja mereka yang akan mendapatkan syafa’at Nabi saw dengan tidak mengalami hisab pada hari hisab. Yang ditemukan keterangannya adalah hadits Ibn ‘Abbas ra yang menyebutkan bahwa 70.000 orang yang akan masuk surga di tahap awal adalah mereka yang bertawakkal paripurna kepada Allah swt sampai tidak menempuh cara berobat untuk kesembuhan pernyakit mereka. Jika rombongan-rombongan yang 70.000 berikutnya adalah orang-orang yang sama dengan 70.000 yang pertama maka berarti mereka yang akan mendapatkan syafa’at pada 70.000 berikutnya dan berikutnya lagi itu adalah orang-orang yang bertawakkal paripurna kepada Allah swt sampai tidak menempuh cara berobat untuk kesembuhan pernyakit mereka.
Selanjutnya, syafa’at yang ketiga adalah syafa’at Nabi saw bagi umatnya ketika melewati shirath; sebuah jalan jembatan di atas neraka Jahannam yang pasti dilewati oleh semua orang sebelum masuk surga. Jika selamat di shirath berarti akan selamat masuk surga, tetapi jika tidak maka akan terjatuh terlebih dahulu ke neraka Jahannam (QS. Maryam [19] : 71-72). Pada saat itulah, Nabi saw yang lebih dahulu melewati shirath tersebut memanjatkan do’a untuk keselamatan umatnya:

فَيَأْتُونَ مُحَمَّدًا ﷺ فَيَقُومُ فَيُؤْذَنُ لَهُ وَتُرْسَلُ الأَمَانَةُ وَالرَّحِمُ فَتَقُومَانِ جَنَبَتَىِ الصِّرَاطِ يَمِينًا وَشِمَالاً فَيَمُرُّ أَوَّلُكُمْ كَالْبَرْقِ. قَالَ قُلْتُ بِأَبِى أَنْتَ وَأُمِّى أَىُّ شَىْءٍ كَمَرِّ الْبَرْقِ قَالَ أَلَمْ تَرَوْا إِلَى الْبَرْقِ كَيْفَ يَمُرُّ وَيَرْجِعُ فِى طَرْفَةِ عَيْنٍ ثُمَّ كَمَرِّ الرِّيحِ ثُمَّ كَمَرِّ الطَّيْرِ وَشَدِّ الرِّجَالِ تَجْرِى بِهِمْ أَعْمَالُهُمْ وَنَبِيُّكُمْ قَائِمٌ عَلَى الصِّرَاطِ يَقُولُ رَبِّ سَلِّمْ سَلِّمْ حَتَّى تَعْجِزَ أَعْمَالُ الْعِبَادِ حَتَّى يَجِىءَ الرَّجُلُ فَلاَ يَسْتَطِيعُ السَّيْرَ إِلاَّ زَحْفًا قَالَ وَفِى حَافَتَىِ الصِّرَاطِ كَلاَلِيبُ مُعَلَّقَةٌ مَأْمُورَةٌ بِأَخْذِ مَنْ أُمِرَتْ بِهِ فَمَخْدُوشٌ نَاجٍ وَمَكْدُوسٌ فِى النَّارِ

Lalu mereka mendatangi Muhammad saw. Beliau lalu berdiri dan diberi izin. Kemudian amanah dan rahim dilepaskan, keduanya lalu berdiri di dua sisi shirath sebelah kanan dan kirinya. Maka mulailah lewat rombongan yang pertama dari kalian seperti kilat. Abu Hurairah bertanya: “Dengan ayahku dan ibuku sebagai tebusan anda, yang mana yang lewat seperti kilat?” Beliau menjawab: “Apakah kalian tidak memperhatikan bagaimana kilat menyambar kesana kemari seperti kedipan mata?” Kemudian rombongan berikutnya lewat seperti angin. Rombongan berikutnya seperti sekumpulan burung. Lalu rombongan berikutnya seperti lelaki-lelaki yang bergegas. Mereka lewat di sana dengan amal-amal mereka. Sementara Nabi kalian berdiri di ujung shirath berdo’a: “Wahai Rabb, selamatkanlah, selamatkanlah,” sampai melemah amal-amal hamba. Hingga ada seseorang yang datang dan ia tidak mampu melaju kecuali dengan merangkak. Di sisi-sisi shirath juga ada pisau-pisau besi besar yang digantungkan dan diperintahkan untuk menebas siapa yang diperintahkan. Maka yang ditebas akan selamat, sementara yang ditarik dari belakang ia akan masuk ke dalam neraka (Shahih Muslim bab adna ahlil-jannah manzilah no. 503 dari hadits Abu Hurairah dan Hudzaifah).
Dalam riwayat al-Bukhari dijelaskan bahwa yang memohon melalui syafa’at itu bukan hanya Nabi Muhammad saw saja, tetapi juga Nabi-nabi lainnya ‘alaihimus-salam:

وَيُضْرَبُ جِسْرُ جَهَنَّمَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ فَأَكُونُ أَوَّلَ مَنْ يُجِيزُ وَدُعَاءُ الرُّسُلِ يَوْمَئِذٍ اللَّهُمَّ سَلِّمْ سَلِّمْ وَبِهِ كَلَالِيبُ مِثْلُ شَوْكِ السَّعْدَانِ أَمَا رَأَيْتُمْ شَوْكَ السَّعْدَانِ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَإِنَّهَا مِثْلُ شَوْكِ السَّعْدَانِ غَيْرَ أَنَّهَا لَا يَعْلَمُ قَدْرَ عِظَمِهَا إِلَّا اللَّهُ فَتَخْطَفُ النَّاسَ بِأَعْمَالِهِمْ مِنْهُمْ الْمُوبَقُ بِعَمَلِهِ وَمِنْهُمْ الْمُخَرْدَلُ ثُمَّ يَنْجُو

Lalu dipasanglah jembatan di atas jahannam. Rasulullah saw bersabda: “Aku adalah orang yang pertama kali melewatinya.” Do’a-do’a para Rasul pada hari itu: “Ya Allah, selamatkanlah, selamatkanlah.” Di shirath itu ada pisau-pisau besar seperti duri pohon berduri. “Pernahkah kalian melihat duri-duri pohon berduri?” Shahabat menjawab: “Tentu wahai Rasulullah.” Beliau menimpali: “Pisau-pisau itu seperti duri pohon berduri, tetapi tidak ada yang mengetahui ukuran besarnya selain Allah.” Lalu pisau-pisau itu menyambar manusia seukuran amal mereka. Di antara mereka ada yang binasa karena amalnya, dan di antara mereka ada yang tertebas dahulu, tetapi kemudian selamat (Shahih al-Bukhari bab as-shirath jisru Jahannam no. 6573 hadits Abu Hurairah).
Berkat syafa’at Nabi saw inilah, orang-orang yang seharusnya masuk neraka karena amal mereka jelek, dan itu dicirikan dengan tercabik-cabik dahulu oleh pisau-pisau shirath, tetapi ternyata masih diselamatkan sehingga mereka masuk surga. Ini semua berkat syafa’at Nabi saw, dan syafa’at itu tentunya diberikan kepada mereka yang serius mengejar syafa’atnya.
Bersambung, in sya`a-‘Llah…