Shalat Jum’at Diganti Zhuhur Akibat Virus dan Adzannya Ditambah

Beberapa Majelis Ulama di dunia membolehkan mengganti shalat jum’at dengan shalat zhuhur di rumah masing-masing dan adzan pun ditambah lafazhnya atau bahkan diganti. Apakah yang demikian ada ketentuan syari’atnya? Pertanyaan umum dari berbagai grup media sosial.
Hadits-hadits yang dirujuk oleh para ulama di berbagai Majelis Ulama itu adalah hadits Ibn ‘Abbas ra riwayat al-Bukhari Muslim sebagai berikut:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ لِمُؤَذِّنِهِ فِى يَوْمٍ مَطِيرٍ إِذَا قُلْتَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ فَلا تَقُلْ حَىَّ عَلَى الصَّلاَةِ قُلْ صَلُّوا فِى بُيُوتِكُمْ – قَالَ – فَكَأَنَّ النَّاسَ اسْتَنْكَرُوا ذَاكَ فَقَالَ أَتَعْجَبُونَ مِنْ ذَا قَدْ فَعَلَ ذَا مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنِّى إِنَّ الْجُمُعَةَ عَزْمَةٌ وَإِنِّى كَرِهْتُ أَنْ أُحْرِجَكُمْ فَتَمْشُوا فِى الطِّينِ وَالدَّحْضِ

Dari ‘Abdullah ibn ‘Abbas, bahwasanya ia berkata kepada Muadzdzinnya pada hari turun hujan lebat: “Apabila kamu selesai mengucapkan: ‘Asyhadu an la ilaha illal-‘Llah, asyhadu anna Muhammad Rasulullah’, maka jangan ucapkan: ‘Hayya ‘alas-shalah’, tapi ucapkanlah: ‘Shallu fi buyutikum’ (shalatlah di rumah kalian).” Maka seakan-akan masyarakat menilainya munkar. Ibn ‘Abbas berkata: “Apakah kalian merasa heran dengan hal ini. Sungguh telah melakukan ini orang yang lebih baik dariku (Rasul saw). Sungguh shalat Jum’at itu satu kewajiban, tetapi aku takut menyusahkan kalian sehingga kalian berjalan di tanah berlumpur.” (Shahih Muslim bab as-shalat fir-rihal fil-mathar no. 1637).
Praktik di zaman Nabi saw yang dimaksud Ibn ‘Abbas diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari bab al-adzan fil-musafir no. 632, bab ar-rukhshah fil-mathar no. 666; Shahih Muslim bab as-shalat fir-rihal fil-mathar no. 1632-1634 dari shahabat Ibn ‘Umar dengan redaksi: shallu fi rihalikum (shalatlah di tempat kalian), ala shallu fir-rihal (perhatikan, shalatlah di tempat). Sementara dalam riwayat Muslim no. 1635-1636 redaksi tambahannya: li yushalli man sya`a minkum fi rahlihi (silahkan yang mau di antara kalian shalat di tempat kalian). Jika Ibn ‘Abbas menyuruh mengganti hayya ‘alas-shalah dengan shallu fi buyutikum, maka Ibn ‘Umar ra mempraktikkannya dengan tidak mengganti lafazh adzan, melainkan hanya menambahkan di akhirnya: shallu fi rihalikum.
Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa praktik tambahan lafazh adzan dari Ibn ‘Umar ataupun mengganti lafazh hai’alah riwayat Ibn ‘Abbas, kedua-duanya shahih. Maka dari itu boleh diamalkan salah satu dari keduanya. Yang jelas adzan harus tetap berkumandang meski shalat Jum’at atau berjama’ah sedang diberlakukan rukhshah.
Hadits di atas juga jelas menjadi dalil bahwa shalat Jum’at boleh tidak diamalkan jika ada udzur seperti hujan atau udzur-udzur lainnya. Jumhur ulama menyepakatinya selain Imam Malik (Syarah an-Nawawi Shahih Muslim).
Jadi yang difatwakan oleh Majelis Ulama di berbagai belahan dunia untuk mengganti shalat Jum’at dengan shalat zhuhur dasarnya hadits shahih dan pengamalan para shahabat juga. Pertimbangan bahwa virus covid-19 lebih berbahaya daripada hujan lebat tidak terlalu susah untuk dipahami. Tentunya bukan menggantinya dengan shalat Jum’at di rumah, karena itu adalah bid’ah. Jika shalat Jum’at di masjid gugur maka gantinya adalah shalat zhuhur di rumah/tempat masing-masing.
Adzannya pun boleh diganti lafazh hayya ‘alas-shalah-nya dengan shallu fi buyutikum/rihalikum/fir-rihal/li yushalli man sya`a minkum fi rahlihi. Atau lafazh adzan yang biasa dikumandangkan tetap, hanya ditambah di akhirnya dengan lafazh shallu fi buyutikum/rihalikum/fir-rihal/li yushalli man sya`a minkum fi rahlihi.
Standar kebenaran itu adalah ma ana ‘alaihi wa ashhabi; amalan Nabi saw dan para shahabat. Jadi, jika sudah jelas ada dalam hadits dan diamalkan para shahabat, mengapa masih ada keraguan? Wal-‘Llahu a’lam.