Salib dalam Ajaran Islam

Ceramah Ustadz Abdul Somad (UAS) yang menyebut salib sebagai benda yang mengandung jin dipersoalkan oleh kaum Kristiani. Mereka bahkan sampai melaporkan UAS ke pihak yang berwajib. Padahal Negara menjamin kemerdekaan beragama setiap warganya. Agama Islam sendiri sudah menyatakan bahwa salib yang padanya ada patung Yesus sebagai sebuah kebohongan belaka. Islam menyatakan bahwa salib itu berhala, bukan Yesus. Setiap berhala otomatis mengandung unsur jin dan setan. Jadi mengapa umat Islam tidak boleh merdeka meyakini keyakinannya!?

Salib dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan bermakna: (1) dua batang kayu yang bersilang; (2) Kris kayu bersilang tempat Yesus dihukum orang Yahudi; (3) tanda silang. Ini berarti bahwa makna salib yang disarikan dalam KBBI di atas diambil dari bahasa Inggris cross yang berarti tanda silang, palang, atau kayu bersilang.

Padahal sebenarnya asal kata salib diambil dari bahasa Arab shalîb. Istilah ini banyak dijumpai dalam al-Qur`an dan hadits. ‘Allamah ar-Raghib al-Ashfahani dalam kitab Mu’jam Mufradat Gharib al-Qur`an menjelaskan bahwa makna asal sha-la-ba adalah syadid (berat). Punggung disebut oleh al-Qur`an dengan istilah shulbi karena memang biasa memikul yang berat.

Kemudian ada istilah shalab dan ishthilab, kedua-duanya bermakna mengeluarkan lemak dari tulang. Ada juga istilah shalb yang bermakna mengikat seseorang untuk dibunuh secara perlahan. Ada yang menjelaskan asal maknanya: mengikat tulang sulbi (punggung) di batang kayu. Ada juga yang menjelaskan asal maknanya: mengikat lemak. Sementara shalîb adalah batang kayu yang digunakan untuk mengeksekusi hukuman shalb. Istilah shalb dan shalîb inilah yang kemudian banyak digunakan dalam al-Qur`an untuk mengungkapkan sebuah hukuman mati yang dieksekusi dengan perlahan. Ar-Raghib juga tidak lupa menjelaskan bahwa istilah shalîb ditujukan pada sesuatu yang disembah oleh kaum Nashara, sebagai simbol dari kayu yang digunakan untuk menyalib orang yang mereka yakini sebagai Yesus.

Makna shalîb yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan cross (tanda silang, palang, atau kayu bersilang) konsisten disebutkan dalam al-Qur`an. Ini pada hakikatnya untuk mengkritik keyakinan kaum Kristiani yang selalu mengidentikkan salib dengan cross. Padahal sejatinya salib tidak identik dengan cross. Salib intinya sebuah kayu sandaran yang digunakan untuk menghukum seorang kriminal, dan umumnya tidak berpalang.

Sebagaimana dijelaskan oleh Mowo Purwito, S.Th. MAR, dalam kuliahnya tentang Distorsi dan Interpolasi Dogmatika Kristen (mata kuliah Kristologi di UIKA Bogor, tahun 2010), sebelum menjadi istilah salib atau palang (cross) bentuk salib hanya membujur vertikal, yang dalam bahasa Yunani disebut Ksylon (alat gantung). Alat gantung ini digunakan untuk alat penghukuman bagi para kriminal atau pemberontak, atau sering disebut sebagai alat siksa (Y=“stauros). Bentuk penghukuman semacam ini sudah ada sejak zaman Babilonia Kuno, Mesir dan Persia. Bangsa Yahudi sudah mengenal hukuman tersebut sejak 80-an SM. Pada tahun 88-83 SM, Alexander Yanius pernah menghukum 800 orang Yahudi dengan cara digantung di kayu salib yang bukan cross.

Salib dalam bentuk cross baru dikenal di zaman Romawi. Bentuknya ada dua model, yakni dalam bentuk T besar (model crux commissa) atau bentuk t kecil (model crux immissa). Dan bentuk yang terakhir inilah yang hari ini dikenal sebagai salib.

Konsistensi al-Qur`an yang menyebut salib bukan sebagai cross misalnya ditemukan dalam ayat-ayat yang menjelaskan ancaman Fir’aun kepada tukang sihir yang malah beriman kepada Nabi Musa as dan meninggalkan praktik sihirnya:

فَلَأُقَطِّعَنَّ أَيۡدِيَكُمۡ وَأَرۡجُلَكُم مِّنۡ خِلَٰفٖ وَلَأُصَلِّبَنَّكُمۡ فِي جُذُوعِ ٱلنَّخۡلِ

Maka sesungguhnya aku akan memotong tangan dan kaki kamu sekalian dengan bersilang secara bertimbal balik, dan sesungguhnya aku akan menyalib kamu sekalian pada pangkal pohon kurma (QS. Thaha [20] : 71).

“Pangkal pohon kurma” yang disebutkan oleh Fir’aun itu tentu tidak berbentuk cross/palang, sebab batang pohon kurma tegak lurus. Hukuman salib seperti inilah yang diancamkan Fir’aun dalam ayat-ayat lainnya, yakni QS. al-A’raf [7] : 124 dan as-Syu’ara [26] : 49.

Salib sebagai sebuah hukuman merupakan hukuman yang sudah lama dipraktikkan pada zaman pra-Islam dan kemudian disyari’atkan juga dalam Islam. Sebagai hukuman yang sudah lama dipraktikkan, terlihat dari kisah dua penghuni penjara yang satu sel dengan Nabi Yusuf as, dimana salah satunya akan dihukum salib. Sementara sebagai sebuah hukuman yang disyari’atkan, ditujukan kepada mereka yang memerangi umat Islam dan atau berbuat fasad (merusak) di muka bumi. Hukuman salib ini hanya salah satu hukuman dari hukuman-hukuman yang ada:

إِنَّمَا جَزَٰٓؤُاْ ٱلَّذِينَ يُحَارِبُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَيَسۡعَوۡنَ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَسَادًا أَن يُقَتَّلُوٓاْ أَوۡ يُصَلَّبُوٓاْ أَوۡ تُقَطَّعَ أَيۡدِيهِمۡ وَأَرۡجُلُهُم مِّنۡ خِلَٰفٍ أَوۡ يُنفَوۡاْ مِنَ ٱلۡأَرۡضِۚ ذَٰلِكَ لَهُمۡ خِزۡيٞ فِي ٱلدُّنۡيَاۖ وَلَهُمۡ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ  ٣٣

Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar (QS. al-Ma`idah [5] : 33).

Terkait pengakuan kaum Nashrani bahwa Yesus (Nabi ‘Isa as) mati di tiang salib, al-Qur`an dengan tegas membantahnya:

وَقَوۡلِهِمۡ إِنَّا قَتَلۡنَا ٱلۡمَسِيحَ عِيسَى ٱبۡنَ مَرۡيَمَ رَسُولَ ٱللَّهِ وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَٰكِن شُبِّهَ لَهُمۡۚ وَإِنَّ ٱلَّذِينَ ٱخۡتَلَفُواْ فِيهِ لَفِي شَكّٖ مِّنۡهُۚ مَا لَهُم بِهِۦ مِنۡ عِلۡمٍ إِلَّا ٱتِّبَاعَ ٱلظَّنِّۚ وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينَۢا  ١٥٧

Dan karena ucapan mereka: “Sesungguhnya Kami telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah”, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan `Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa (QS. an-Nisa` [4] : 157).

Maka dari itu semua keyakinan kaum Kristiani terkait salib, sampai mereka kemudian menyembahnya, maka Islam dari sejak diwahyukan kepada Nabi saw jelas-jelas menolaknya. Kalaupun dibuatkan patung sebagai simbol Yesus, maka Islam jelas menolaknya dan meyakini bahwa itu bukan Yesus/’Isa as. Meyakini Yesus pernah disalib di tiang kayu salib adalah sebuah keyakinan kafir yang akan membatalkan Islam.

Makanya tidak heran jika kemudian Nabi saw pun menolak segala bentuk salib (cross/berpalang) karena itu sudah dijadikan berhala oleh Kaum Nashara. ‘Aisyah ra menjelaskan:

أَنَّ النَّبِيَّ  لَمْ يَكُنْ يَتْرُكُ فِي بَيْتِهِ شَيْئًا فِيهِ تَصَالِيبُ إِلَّا نَقَضَهُ

Sesungguhnya Nabi saw tidak meninggalkan di rumahnya sesuatu pun yang ada salib kecuali beliau akan meniadakannya (Shahih al-Bukhari bab naqdlis-suwar no. 5952).

Dalam riwayat Ahmad disebutkan bahwa yang akan segera dihilangkan oleh Rasul saw itu termasuk salib yang ada pada baju (Musnad Ahmad bab musnad as-shiddiqah ‘Aisyah no. 24261). Makanya ketika ada seorang perempuan thawaf di Baitullah memakai selendang yang ada gambar salibnya, ‘Aisyah ra langsung menyuruhnya untuk menanggalkannya:

قَالَتْ دِقْرَةُ أُمُّ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أُذَيْنَةَ: كُنَّا نَطُوفُ بِالْبَيْتِ مَعَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ، فَرَأَتْ عَلَى امْرَأَةٍ بُرْدًا فِيهِ تَصْلِيبٌ، فَقَالَتْ أُمُّ الْمُؤْمِنِينَ: اطْرَحِيهِ اطْرَحِيهِ، فَإِنَّ رَسُولَ اللهِ  كَانَ إِذَا رَأَى نَحْوَ هَذَا قَضَبَهُ

Diqrah Ummu ‘Abdirrahman ibn Udzainah (seorang tabi’at) berkata: Ketika kami thawaf di Baitullah bersama Ummul-Mu`minin (‘Aisyah), ia ternyata meelihat seorang perempuan yang selendangnya bergambar salib. Maka Ummul-Mu`minin berkata: “Lepaskan ini, lepas! Sungguh Rasulullah saw apabila melihat yang seperti ini pasti akan mencabutnya.” (Musnad Ahmad bab musnad as-shiddiqah ‘Aisyah no. 25091)

Al-Hafizh Ibn Hajar dalam Fathul-Bari menjelaskan bahwa maksud naqadla itu adalah ‘meniadakan’. Bisa dengan cukup menghilangkan gambar salibnya tanpa merusak dan membuang baju/barang yang ada salibnya. Jika itu ukiran di dinding, maka cukup dengan menghilangkan ukirannya saja, atau mengeriknya, atau cukup dengan memudarkannya saja. Kalaupun dengan menghancurkannya dan membuangnya, maka ini juga tidak disalahkan, terlebih dengan mempertimbangkan riwayat Abu Dawud yang menyebutnya “qabadlahu” bukan “naqadlahu” sebagaimana riwayat al-Bukhari di atas (Fathul-Bari bab naqdlis-shuwar).

Al-Hafizh Ibn Hajar juga menjelaskan bahwa salib yang selalu dihilangkan oleh Nabi saw itu disebabkan statusnya sudah menjadi ‘sembahan’ (berhala) selain Allah swt. Berarti diqiyaskan juga padanya segala simbol, gambar, dan patung yang disembah selain Allah swt. Sebut misalnya rosario, patung Yesus, bunda Maria, Buddha, Ganesha (lambang ITB, sebab itu berhala yang disembah oleh penganut Hindu), Yin-Yang (Korea), candi Borobudur, dan candi-candi lainnya. Termasuk gambar salib yang terdapat dalam lambang klub sepakbola seperti Barcelona, Inter Milan, AC Milan, Brasil, Portugal, dan lainnya. Termasuk juga semua yang mengandung syirik, seperti jimat, keris, cincin, air keramat, ayam hitam (khusus untuk ritual), rampe (bunga-bunga khusus untuk perdukunan), lambang valentine, pohon natal, bintang david, semua yang terkait imlek/cap go meh, kartu ucapan selamat natal, dan semacamnya. Demikian halnya semua yang mengarah pada kufur, sebab termasuk juga yang disembah selain Allah. Misalnya gambar-gambar atau lambang-lambang atheis, komunis, aliran-aliran sesat, setan, dan semacamnya. Termasuk lambang klub sepakbola Manchester United, karena jelas-jelas diniatkan oleh pembuatnya sebagai lambang setan.

Meski kaum Kristiani meyakini salib sebagai Yesus yang disalib, dalam aqidah Islam itu semua hakikatnya adalah jin atau setan:

قَالُواْ سُبۡحَٰنَكَ أَنتَ وَلِيُّنَا مِن دُونِهِمۖ بَلۡ كَانُواْ يَعۡبُدُونَ ٱلۡجِنَّۖ أَكۡثَرُهُم بِهِم مُّؤۡمِنُونَ  ٤١

Malaikat-malaikat itu menjawab: “Maha Suci Engkau. Engkaulah pelindung kami, bukan mereka: bahkan mereka telah menyembah jin; kebanyakan mereka beriman kepada jin itu” (QS. Saba` [34] : 41).

۞أَلَمۡ أَعۡهَدۡ إِلَيۡكُمۡ يَٰبَنِيٓ ءَادَمَ أَن لَّا تَعۡبُدُواْ ٱلشَّيۡطَٰنَۖ إِنَّهُۥ لَكُمۡ عَدُوّٞ مُّبِينٞ  ٦٠

Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah setan? Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu (QS. Yasin [36] : 60)

Maka dari itu Nabi saw menjelaskan bahwa kelak ketika Yesus/’Isa as turun kembali ke bumi menjelang hari kiamat, di antara misi utamanya adalah menghancurkan salib, karena telah salah kaprah diyakini sebagai dirinya, bahkan sampai disembah. Nabi saw menjelaskan:

وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَيُوشِكَنَّ أَنْ يَنْزِلَ فِيكُمُ ابْنُ مَرْيَمَ حَكَمًا عَدْلاً، فَيَكْسِرَ الصَّلِيبَ، وَيَقْتُلَ الْخِنْزِيرَ، وَيَضَعَ الْجِزْيَةَ، وَيَفِيضَ الْمَالُ حَتَّى لاَ يَقْبَلَهُ أَحَدٌ، حَتَّى تَكُونَ السَّجْدَةُ الْوَاحِدَةُ خَيْرًا مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا

Demi zat yang diriku berada dalam genggaman-Nya, hampir dekat masanya Ibn Maryam turun ke tengah-tengah kalian sebagai hakim yang adil. Ia akan menghancurkan salib, memusnahkan babi, menghentikan pajak, dan harta akan mengalir sehingga tidak ada yang akan menerimanya (mustahiq) seorang pun. Satu kali sujud saat itu lebih baik dari dunia dan isinya (Shahih al-Bukhari kitab ahadits al-anbiya bab nuzul Isa ibn Maryam no. 3448; kitab al-buyu bab qatlil-khinzir no. 2222; kitab al-mazhalim bab kasris-shalib no. 2476; Shahih Muslim kitab al-iman bab nuzul Isa ibn Maryam no. 408).

Ini adalah keyakinan agama Islam terkait salib. Keyakinan ini tidak boleh diintervensi oleh orang Kristen sekalipun karena merasa terusik dengan kritikan dan ancamannya. Dalam hal ini berlaku prinsip lakum dinukum wa liya din; bagimu agamamu dan bagiku agamaku. Setiap agama berhak merdeka dengan keyakinannya masing-masing. Negara juga wajib mengakui kemerdekaan beragama ini. Jika Negara malah cenderung membela mereka yang merasa terusik, berarti Negara sudah berbuat zhalim. Jika memang demikian, sekalian saja breidel al-Qur`an dan kitab-kitab hadits umat Islam. Jika itu memang terjadi berarti Negara telah melanggar konstitusi yang dibuatnya sendiri.

Wal-‘Llahu a’lam