Perempuan Tangguh Asma` binti Abi Bakar

Ada banyak perempuan tangguh dari kalangan shahabiyyah. Asma` binti Abi Bakar ra adalah salah satunya. Kakak dari ‘Aisyah ra ini sanggup menjalani hijrah dalam keadaan mengandung ‘Abdullah dari pernikahannya dengan az-Zubair ibnul-‘Awwam. Ia dikenal seorang pekerja keras juga, penderma, dan bahkan ikut berjihad menemani suaminya pada perang Yarmuk, Irak, di masa Khalifah ‘Umar ibn al-Khaththab.


Sekelumit profil Asma` binti Abi Bakar yang dijadikan pengantar biografinya oleh Imam adz-Dzahabi di atas (Siyar A’lamin-Nubala` 2 : 288) sudah memberikan gambaran bagaimana tangguhnya seorang Asma` binti Abi Bakar. Lebih jelas lagi apa yang diriwayatkan Imam al-Bukhari dari putra Asma`; ‘Urwah, berikut ini:

عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَتْ تَزَوَّجَنِي الزُّبَيْرُ وَمَا لَهُ فِي الْأَرْضِ مِنْ مَالٍ وَلَا مَمْلُوكٍ وَلَا شَيْءٍ غَيْرَ نَاضِحٍ وَغَيْرَ فَرَسِهِ فَكُنْتُ أَعْلِفُ فَرَسَهُ وَأَسْتَقِي الْمَاءَ وَأَخْرِزُ غَرْبَهُ وَأَعْجِنُ وَلَمْ أَكُنْ أُحْسِنُ أَخْبِزُ وَكَانَ يَخْبِزُ جَارَاتٌ لِي مِنْ الْأَنْصَارِ وَكُنَّ نِسْوَةَ صِدْقٍ وَكُنْتُ أَنْقُلُ النَّوَى مِنْ أَرْضِ الزُّبَيْرِ الَّتِي أَقْطَعَهُ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ عَلَى رَأْسِي وَهِيَ مِنِّي عَلَى ثُلُثَيْ فَرْسَخٍ فَجِئْتُ يَوْمًا وَالنَّوَى عَلَى رَأْسِي فَلَقِيتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ وَمَعَهُ نَفَرٌ مِنْ الْأَنْصَارِ فَدَعَانِي ثُمَّ قَالَ إِخْ إِخْ لِيَحْمِلَنِي خَلْفَهُ فَاسْتَحْيَيْتُ أَنْ أَسِيرَ مَعَ الرِّجَالِ وَذَكَرْتُ الزُّبَيْرَ وَغَيْرَتَهُ وَكَانَ أَغْيَرَ النَّاسِ فَعَرَفَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ أَنِّي قَدْ اسْتَحْيَيْتُ فَمَضَى

Dari Asma` binti Abi Bakar ra, ia berkata: az-Zubair (ibnul-‘Awwam) menikahiku ketika ia belum memiliki apa-apa di bumi ini, baik itu harta, hamba sahaya, atau semisalnya, selain unta untuk mengambil air dan seekor kuda. Aku sendiri yang memberi makan kudanya, aku sendiri juga yang mencari air, membuat geriba (wadah air yang besar), membuat adonan, meski saat itu aku belum ahli membuat roti. Beberapa tetanggaku dari kaum Anshar (orang Madinah) membantu membuatkan roti untukku, dan mereka adalah perempuan-perempuan yang baik. Aku juga yang mengangkut biji-bijian (untuk pakan ternak) di atas kepalaku dari tanah (baitul-mal hasil rampasan perang) bagian az-Zubair yang diberikan Rasulullah saw (hak guna pakai, bukan hak milik—Fathul-Bari). Padahal jaraknya dari rumah sekitar 2/3 farsakh (+ 3,2 km [1 farsakh : 3 mil. 1 mil : 1,6 km]). Pernah aku bertemu Rasulullah saw sedang bersama rombongan shahabat Anshar. Beliau memanggilku kemudian berkata pada untanya: “Ikh, ikh,” agar beliau bisa memboncengku di belakangnya. Tetapi aku malu berkendaraan bersama rombongan lelaki, terlebih aku juga ingat bagaimana pencemburunya az-Zubair. Ia adalah seorang lelaki yang sangat pencemburu. Rasulullah saw pun mengerti bahwa aku malu, sehingga beliau terus berlalu.

فَجِئْتُ الزُّبَيْرَ فَقُلْتُ لَقِيَنِي رَسُولُ اللهِ ﷺ وَعَلَى رَأْسِي النَّوَى وَمَعَهُ نَفَرٌ مِنْ أَصْحَابِهِ فَأَنَاخَ لِأَرْكَبَ فَاسْتَحْيَيْتُ مِنْهُ وَعَرَفْتُ غَيْرَتَكَ فَقَالَ وَاللَّهِ لَحَمْلُكِ النَّوَى كَانَ أَشَدَّ عَلَيَّ مِنْ رُكُوبِكِ مَعَهُ قَالَتْ حَتَّى أَرْسَلَ إِلَيَّ أَبُو بَكْرٍ بَعْدَ ذَلِكَ بِخَادِمٍ تَكْفِينِي سِيَاسَةَ الْفَرَسِ فَكَأَنَّمَا أَعْتَقَنِي

Ketika kemudian aku bertemu az-Zubair, aku ceritakan bahwa Rasulullah saw menemuiku ketika aku mengangkut biji-bijian (untuk pakan ternak) di atas kepalaku. Ia berhenti agar aku bersedia dibonceng, tetapi aku malu, karena aku teringat kecemburuan az-Zubair. Tetapi ternyata az-Zubair menjawab: “Kamu mengangkut biji-bijian itu lebih tidak aku sukai daripada kamu dibonceng oleh beliau.” Sampai pada suatu hari Abu Bakar mengirimkan kepadaku seorang pembantu yang membantuku untuk mengurus kuda. Seakan-akan ia membebaskanku (Shahih al-Bukhari bab al-ghirah no. 5224).
Dalam riwayat Muslim dari Ibn Mulaikah, disebutkan bahwa yang memberi pembantu/hamba sahaya itu adalah Rasulullah saw, yang dititipkan kepada Abu Bakar.

كُنْتُ أَخْدُمُ الزُّبَيْرَ خِدْمَةَ الْبَيْتِ وَكَانَ لَهُ فَرَسٌ وَكُنْتُ أَسُوسُهُ فَلَمْ يَكُنْ مِنَ الْخِدْمَةِ شَىْءٌ أَشَدَّ عَلَىَّ مِنْ سِيَاسَةِ الْفَرَسِ كُنْتُ أَحْتَشُّ لَهُ وَأَقُومُ عَلَيْهِ وَأَسُوسُهُ. قَالَ ثُمَّ إِنَّهَا أَصَابَتْ خَادِمًا جَاءَ النَّبِىَّ ﷺ سَبْىٌ فَأَعْطَاهَا خَادِمًا. قَالَتْ كَفَتْنِى سِيَاسَةَ الْفَرَسِ فَأَلْقَتْ عَنِّى مَئُونَتَهُ

Aku membantu az-Zubair mengurus rumahnya. Ia mempunyai kuda yang aku sendiri yang memeliharanya. Tidak ada pekerjaan rumah yang lebih berat bagiku selain mengurus kuda itu; aku mencarikan pakannya, merawatnya, dan mengurusnya. Sampai kemudian Nabi saw memperoleh seorang hamba sahaya dan beliau memberikannya kepadaku. Ia kemudian yang mengurus kuda dan melepaskan kesusahanku (Shahih Muslim bab jawaz irdafil-mar`ah al-ajnabiyyah no. 5822)
Ketika Asma` sudah mapan, ia menjual hamba sahaya itu dan kemudian menshadaqahkan hasilnya. Az-Zubair sempat bertanya kepadanya mana hasil penjualan hamba sahaya itu, tetapi kemudian Asma` menjawab sudah dishadaqahkan (Shahih Muslim bab jawaz irdafil-mar`ah al-ajnabiyyah no. 5822).
Dari hadits di atas, Imam an-Nawawi memberikan catatan:

هَذَا كُلّه مِنْ الْمَعْرُوف وَالْمَرْوَات الَّتِي أَطْبَقَ النَّاس عَلَيْهَا، وَهُوَ أَنَّ الْمَرْأَة تَخْدُم زَوْجهَا بِهَذِهِ الْأُمُور الْمَذْكُورَة وَنَحْوهَا مِنْ الْخَبْز وَالطَّبْخ وَغَسْل الثِّيَاب وَغَيْر ذَلِكَ، وَكُلّه تَبَرُّع مِنْ الْمَرْأَة وَإِحْسَان مِنْهَا إِلَى زَوْجهَا وَحُسْن مُعَاشَرَة وَفِعْل مَعْرُوف مَعَهُ، وَلَا يَجِب عَلَيْهَا شَيْء مِنْ ذَلِكَ. بَلْ لَوْ اِمْتَنَعَتْ مِنْ جَمِيع هَذَا لَمْ تَأْثَم ، وَيَلْزَمهُ هُوَ تَحْصِيل هَذِهِ الْأُمُور لَهَا وَلَا يَحِلّ لَهُ إِلْزَامهَا بِشَيْءٍ مِنْ هَذَا، وَإِنَّمَا تَفْعَلهُ الْمَرْأَة تَبَرُّعًا وَهِيَ عَادَة جَمِيلَة اِسْتَمَرَّ عَلَيْهَا النِّسَاء مِنْ الزَّمَن الْأَوَّل إِلَى الْآن. وَإِنَّمَا الْوَاجِب عَلَى الْمَرْأَة شَيْئَانِ: تَمْكِينهَا زَوْجهَا مِنْ نَفْسهَا وَمُلَازَمَة بَيْته

Ini semua termasuk kebaikan dan kebajikan yang dimiliki oleh manusia. Yakni ketika seorang perempuan bersedia membantu suaminya untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan seperti membuat roti, memasak, mencuci baju, dan yang lainnya. Semuanya itu sukarela dari seorang istri, perbuatan ihsan, interaksi yang baik, dan pekerjaan mulia darinya kepada suaminya, padahal tidak ada satu pun dari itu yang wajib bagi istrinya. Seandainya istrinya menolak semua pekerjaan itu, ia tidak berdosa. Sebab melakukan pekerjaan-pekerjaan itu kewajiban suami kepada istrinya dan tidak halal baginya membebankan salah satunya kepada istrinya. Hanyasanya seorang perempuan turut mengerjakan semua itu dengan dasar sukarela. Ini adalah adat yang baik dari kaum perempuan dari sejak zaman dahulu sampai sekarang. Yang wajib bagi seorang istri itu hanya dua: Mempersilahkan suaminya atas dirinya dan tetap menjaga rumahnya (Syarah Shahih Muslim an-Nawawi).
Sementara itu al-Hafizh Ibn Hajar memberikan penjelasan tambahan:

كَانَ السَّبَب الْحَامِل عَلَى الصَّبْر عَلَى ذَلِكَ شَغْل زَوْجهَا وَأَبِيهَا بِالْجِهَادِ وَغَيْره مِمَّا يَأْمُرهُمْ بِهِ النَّبِيّ ﷺ وَيُقِيمهُمْ فِيهِ، وَكَانُوا لَا يَتَفَرَّغُونَ لِلْقِيَامِ بِأُمُورِ الْبَيْت بِأَنْ يَتَعَاطَوْا ذَلِكَ بِأَنْفُسِهِمْ وَلِضِيقِ مَا بِأَيْدِيهِمْ عَلَى اِسْتِخْدَام مَنْ يَقُوم بِذَلِكَ عَنْهُمْ، فَانْحَصَرَ الْأَمْر فِي نِسَائِهِمْ فَكُنَّ يَكْفِينَهُمْ مُؤْنَة الْمَنْزِل وَمَنْ فِيهِ لِيَتَوَفَّرُوا هُمْ عَلَى مَا هُمْ فِيهِ مِنْ نَصْر الْإِسْلَام

Sebab yang mendorong Asma` bersabar atas hal demikian adalah kesibukan suaminya dan ayahnya dalam jihad atau hal lainnya yang diperintahkan oleh Nabi saw kepada mereka dan membuat mereka tetap dalam tugasnya. Sehingga mereka tidak bisa fokus mengurus urusan rumah tangganya dengan melakukannya oleh mereka sendiri, juga karena mereka tidak berpunya sehingga tidak bisa mengangkat pembantu untuk menggantikan tugas-tugas mereka. Sehingga urusan rumah tangga itu jadi terpaksa dikerjakan oleh istri-istri mereka dan merekalah yang memenuhi kebutuhan rumah tangganya, sampai para suaminya bisa fokus dalam usaha mereka membela Islam (Fathul-Bari bab al-ghirah).
Di sinilah terlihat jelas bagaimana ketangguhan seorang Asma` binti Abi Bakar radliyal-‘Llah ‘anhuma.