Perempuan Akhir Zaman (Bagian Pertama)

Cukup banyak hadits yang menjelaskan secara khusus perempuan-perempuan akhir zaman, di samping umat Islam secara umum. Mayoritasnya menjelaskan sisi negatifnya dan hanya sedikit yang menjelaskan aspek positifnya. Saat ini sudah masuk masa akhir zaman, maka kaum perempuan harus memosisikan diri agar tidak menjadi bagian yang negatif sebagaimana diinformasikan dalam hadits.

 
Islam menaruh perhatian khusus kepada kaum perempuan. Selain menyamakan mereka dalam beberapa aspek kehidupan dengan kaum lelaki, dalam beberapa hal juga ada hukum-hukum yang spesifik untuk kaum perempuan. Dalam kaitan akhir zaman, Islam juga memberikan tuntunan khusus untuk diperhatikan kaum perempuan.
 
Perempuan Lebih Banyak dari Lelaki
Dalam salah satu haditsnya Nabi saw menyebutkan bahwa populasi perempuan di akhir zaman akan lebih banyak daripada lelaki sampai 50 : 1. Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas ibn Malik ra:

مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يَقِلَّ الْعِلْمُ وَيَظْهَرَ الْجَهْلُ وَيَظْهَرَ الزِّنَا وَتَكْثُرَ النِّسَاءُ وَيَقِلَّ الرِّجَالُ حَتَّى يَكُونَ لِخَمْسِينَ امْرَأَةً الْقَيِّمُ الْوَاحِدُ

Di antara tanda kiamat adalah sedikitnya ilmu, tampaknya kebodohan, tampaknya perzinaan, banyaknya perempuan dan sedikitnya lelaki, sehingga 50 perempuan diurus seorang lelaki (Shahih al-Bukhari bab raf’il-‘ilm wa zhuhuril-jahl no. 81; Shahih Muslim bab raf’il-‘ilm wa qabdlihi no. 6957).
Al-Hafizh Ibn Hajar menjelaskan bahwa maksud hadits ini adalah pada akhir zaman, Allah swt menjadikan kaum ibu sedikit melahirkan anak lelaki dan banyak melahirkan anak perempuan sehingga jumlahnya 50 perempuan : 1 laki-laki. Dan ini menurut beliau ada korelasinya dengan sedikitnya ilmu dan tampaknya kebodohan yang menjadi tanda umum dekatnya hari kiamat (Fathul-Bari bab raf’il-‘ilm wa zhuhuril-jahl). Hal tersebut bisa dimaklumi karena memang daya gerak perempuan dalam mengembangkan dan mengajarkan ilmu tidak akan seleluasa kaum lelaki.
Makna dari qayyim itu sendiri adalah “pengurus”. Jadi maksudnya akan ada banyak kaum perempuan sampai bilangan 50 yang diurus oleh seorang lelaki saja. Maknanya bisa dalam pengertian lelaki yang memiliki 50 istri atau selir dan ini terjadi akibat ketiadaan ilmu (kebodohan), bisa juga 50 perempuan itu adalah sebatas yang diurus olehnya tetapi tidak sampai diperistri (Fathul-Bari bab raf’il-‘ilm wa zhuhuril-jahl). Sebagian ulama ada yang menyebutkan bahwa penyebabnya adalah banyaknya peperangan sehingga banyak kaum lelaki yang gugur di medan perang sekaligus memperbanyak tawanan kaum perempuan yang menjadi hamba sahaya. Akan tetapi al-Hafizh Ibn Hajar menyatakan bahwa sangat mungkin Allah swt menjadikan ibu-ibu sedikit melahirkan anak lelaki dan banyak melahirkan anak perempuan, karena sabdanya di hadits Abu Musa as di bawah jelas menyebutkan karena “sedikitnya jumlah lelaki dan banyaknya jumlah perempuan” (Fathul-Bari bab raf’il-‘ilm wa zhuhuril-jahl).
Banyaknya populasi perempuan ini menyebabkan mereka banyak yang memohon kepada lelaki untuk mengurus mereka, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits Hudzaifah:

إِذَا عَمَّتْ الْفِتْنَة مَيَّزَ اللَّه أَوْلِيَاءَهُ، حَتَّى يَتْبَع الرَّجُل خَمْسُونَ اِمْرَأَة تَقُول: يَا عَبْد اللَّه اُسْتُرْنِي يَا عَبْد اللَّه آوِنِي

Apabila fitnah (kerusakan) sudah merata maka Allah akan membedakan wali-wali-Nya sehingga seorang lelaki diikuti 50 perempuan yang berkata: “Wahai hamba Allah tutupilah aku. Wahai hamba Allah lindungilah aku.” (Fathul-Bari bab yaqillur-rijal wa yaktsurun-nisa` mengutip riwayat ‘Ali ibn Ma’bad dalam kitab at-Tha’ah wal-Ma’shiyah).
Dalam riwayat lain disebutkan perbandingannya 40 : 1, yaitu:

لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ يَطُوفُ الرَّجُلُ فِيهِ بِالصَّدَقَةِ مِنْ الذَّهَبِ ثُمَّ لَا يَجِدُ أَحَدًا يَأْخُذُهَا مِنْهُ وَيُرَى الرَّجُلُ الْوَاحِدُ يَتْبَعُهُ أَرْبَعُونَ امْرَأَةً يَلُذْنَ بِهِ مِنْ قِلَّةِ الرِّجَالِ وَكَثْرَةِ النِّسَاءِ

Akan datang kepada manusia satu zaman dimana seseorang berkeliling membawa shadaqah emas tetapi ia tidak menemukan seorang mustahiq pun yang mau menerimanya. Dan seseorang terlihat diikuti oleh 40 orang perempuan yang memohon perlindungan kepadanya karena sedikitnya jumlah lelaki dan banyaknya jumlah perempuan (Shahih al-Bukhari bab as-shadaqah qablar-radd no. 1414).
Hadits yang menyebutkan 40 ini tidak bertentangan dengan yang menyebutkan 50. Itu maknanya berarti sekitar 40-50 perempuan. Intinya banyak perempuan yang memohon perlindungan, pemeliharaan, dan perawatan dari seorang lelaki (Fathul-Bari bab yaqillur-rijal wa yaktsurun-nisa`).
Data PBB sampai 2019 sebagaimana dilansir oleh situs worldmeter melaporkan populasi manusia sebanyak 7,7 miliar dengan populasi perempuan 5,6 miliar dan pria hanya 2,1 miliar. Itu berarti perbandingannya baru 3 : 1. Perbedaan populasi ini akan terus semakin jauh sampai 40 : 1 atau 50 : 1.
Catatan dari al-Hafizh Ibn Hajar bahwa banyaknya populasi kaum perempuan berbanding lurus dengan tingkat ketiadaan ilmu menjadi PR tersendiri bagi kaum perempuan untuk meningkatkan ilmu di kalangan sesama mereka. Terlebih mengingat kedudukan kaum perempuan sebagai ibu bagi anak-anak mereka. Ibu itu sendiri adalah pendidik yang utama. Ketiadaan ilmu di kalangan kaum ibu berarti akan menyebabkan ketiadaan pendidikan ilmu untuk anak-anak. Anak-anak jadi tidak akan menganggap ibu-ibu mereka sebagai sosok pendidik yang berwibawa, selain hanya sekadar pembantu dalam hal-hal yang sifatnya fisik semata. Dalam hal inilah Nabi saw menyebutkan tanda perempuan akhir zaman lainnya dalam sabdanya: “Apabila hamba sahaya melahirkan majikannya.”
 
Ibu Hanya Berperan sebagai Pembantu
Hadits ‘Umar ibn al-Khaththab dan Abu Hurairah ra menginformasikan sabda Nabi saw ketika ditanya tanda kiamat:

أَنْ تَلِدَ الأَمَةُ رَبَّتَهَا

Apabila seorang hamba sahaya melahirkan majikannya (Shahih Muslim kitab bab ma’rifah al-iman wal-islam wal-qadr wa ‘ilmis-sa’ah no. 102).
Maksud hadits di atas yang paling tepat menurut al-Hafizh Ibn Hajar adalah ibu sudah dijadikan seperti hamba sahaya oleh anak-anaknya, dan anak-anak sudah berperilaku seperti majikan kepada ibu-ibunya (Fathul-Bari bab su`al Jibril ‘anil- iman wal- islam wal-ihsan wa ‘ilmis-sa’ah). Kesalahan terletak pada anak-anak yang sudah berani memperlakukan ibu seperti pembantunya. Ibu-ibu juga menanggung kesalahan karena ia sudah hilang wibawa di hadapan anak-anaknya akibat ketidakmampuannya menjadi pendidik bagi mereka. Ibu hanya memerankan diri sebagai pembantu saja, akibatnya diperlakukan sebagai pembantu oleh anak-anaknya. Ayah juga ikut terbawa salah karena ia bertanggung jawab dengan semua kebobrokan yang terjadi di rumahnya. Allah berfirman: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka (QS. at-Tahrim [66] : 6). Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya (QS. Thaha [20] : 132). Dua ayat terakhir ini jelas ditujukan kepada kaum ayah, salah satunya agar kaum ibu tidak menjadi pembantu untuk anak-anaknya. Wal-‘Llahu a’lam.