Meragukan Hadits Shaum Syawwal

Ustadz maaf saya mendapatkan chat jawaban dari seorang Ustadz bahwa hadits-hadits shaum Syawwal diragukan kedudukannya mengingat hanya dua orang shahabat saja yang meriwayatkannya, sehingga diduga kuat bukan amal yang popular di kalangan shahabat, dan dikhawatirkan bid’ahnya. Selain itu dikhawatirkan juga dianggap amal wajib. Mohon tanggapan Ustadz? 0898-7118-xxxx
Hadits shaum Syawwal adalah hadits shahih berdasarkan standar keshahihan Shahih Muslim yang diriwayatkan dari Abu Ayyub al-Anshari ra. Meragukan keshahihan Shahih Muslim yang disepakati oleh para ulama hadits standar shahihnya, dikhawatirkan mengidap virus inkar sunnah.
Rawi Sa’ad ibn Sa’id yang menerima dari Umar ibn Tsabit lalu dari Abu Ayyub memang dipersoalkan oleh sebagian ulama kualitas hafalannya. Tetapi menurut standar shahih Imam Muslim itu tidak masalah. Terlebih faktanya dikuatkan oleh rawi lain, Shafwan ibn Sulaim, seorang rawi tsiqat, yang diriwayatkan Imam Abu Dawud (Sunan Abi Dawud bab fi shaum fi sittah ayyam min Syawwal no. 2433) dan ad-Darimi (Sunan ad-Darimi bab fi shiyamis-sittah min Syawwal no. 1795).
Hadits yang diriwayatkan dari seorang shahabat (hadits gharib, bagian dari hadits Ahad), apalagi dua sampai enam shahabat seperti hadits shaum Syawwal (Abu Ayyub, Tsauban, Jabir, Abu Hurairah, Ibn Abbas, dan al-Bara, berdasarkan penelitian al-Hafizh Ibn Hajar dalam at-Talkhishul-Habir), tidak pernah dinilai bermasalah oleh para ulama hadits selama kualitas sanadnya shahih. Mempersoalkan hadits yang diriwayatkan oleh dua shahabat sebagai hadits bermasalah hanya mengulangi argumentasi lemah yang sudah dibantah oleh Imam as-Syafi’i dalam kitab Ar-Risalah tentang kehujjahan hadits Ahad yang shahih. Nabi saw sering mengutus da’i seorang atau dua orang saja ke satu daerah; shahabat di masjid Qiblatain berpindah qiblat ketika ruku karena ada seorang shahabat yang memberitahu bahwa qiblat sudah pindah; Abu Thalhah membuang khamr meski hanya Anas yang memberitahunya bahwa ayat yang mengharamkan khamr sudah turun; dan 50 hadits lainnya yang digunakan hujjah oleh Imam as-Syafi’i untuk membantah para penolak hadits Ahad sebagai hujjah. Para ulama biasa mengategorikan pihak-pihak yang meragukan kehujjahan hadits Ahad sebagai kelompok inkar sunnah.
Kekhawatiran satu amal sunat menjadi wajib sangat mudah dibantah dengan fakta banyak amal sunat yang tetap diajarkan dan diamalkan tanpa harus takut jadi wajib; shaum Arafah dan Asyura misalnya.
Shaum Syawwal tidak populer di kalangan shahabat hanya praduga tak berdasar saja. Mayoritas amal sunat bahkan wajib diriwayatkan hadits-hadits Ahad (yang diriwayatkan beberapa orang shahabat saja). Jika logika ini hendak dipakai berarti banyak amal sunat bahkan kewajiban yang harus dihapus dari syari’at karena diduga tidak populer. Jika begini seharusnya, nyatalah inkar sunnahnya.
Di sinilah jelas terlihat ketepatan gelar Imam as-Syafi’i sebagai Nashirus-Sunnah, sebab beliaulah dan kemudian disepakati oleh ulama-ulama Ahlus-Sunnah lainnya yang menegaskan bahwa sunnah rujukannya hadits shahih meski Ahad atau gharib, bukan praduga populer atau tidak populer di kalangan shahabat dan salaf. Bahkan meski shahabat dan salaf banyak yang tidak mengamalkannya—meski secara logika mustahil—tetap saja setiap muslim harus sami’na wa atha’na pada semua sabda dan perbuatan Nabi saw.
Bantahan untuk para penolak sunnah shaum Syawwal ini banyak tertuang dalam kitab Syarah Shahih Muslim, Subulus-Salam, Nailul-Authar, at-Talkhishul-Habir, ‘Aunul-Ma’bud, Irwaul-Ghalil, dan kitab-kitab hadits-fiqih lainnya sehingga statusnya ma’lum bil-idlthirar (mudah diketahui) oleh siapa pun yang mengikuti manhaj para ulama Ahlus-Sunnah. Wal-‘Llahu a’lam.