Menyusui Anak Angkat Yang Sudah Dewasa

Seorang anak angkat dari seorang ibu statusnya bukan muhrim. Saya pernah tahu bahwa anak angkat itu bisa jadi muhrim dari ibu asuhnya jika ia disusui oleh ibunya tersebut meski sudah dewasa. Bagaimana fiqih hadits tersebut? Pesan di fanpage At-Taubah Institute
Hadits yang anda tanyakan diriwayatkan Imam Muslim dari ‘Aisyah ra, ditujukan oleh Nabi saw kepada Sahlah istri Abu Hudzaifah yang di rumahnya tinggal anak angkat Hudzaifah yang sudah beranjak dewasa bernama Salim. Sahlah memahami bahwa Abu Hudzaifah tidak senang ketika melihatnya berinteraksi dekat dengan Salim. Setelah konsultasi kepada Nabi saw, Sahlah mendapatkan jawaban:

أَرْضِعِيهِ تَحْرُمِى عَلَيْهِ وَيَذْهَبِ الَّذِى فِى نَفْسِ أَبِى حُذَيْفَةَ. فَرَجَعَتْ فَقَالَتْ إِنِّى قَدْ أَرْضَعْتُهُ فَذَهَبَ الَّذِى فِى نَفْسِ أَبِى حُذَيْفَةَ

“Susuilah ia olehmu maka kamu akan jadi muhrim baginya dan akan hilang perasaan tidak enak yang ada pada diri Abu Hudzaifah.” Tidak lama Sahlah kembali dan berkata: “Sungguh aku telah menyusuinya dan telah hilang perasaan tidak enak pada diri Abu Hudzaifah (karena sekarang status Salim sudah sebagai anak yang disusuinya; sudah muhrim).” (Shahih Muslim bab radla’atil-kabir no. 3674).
Dalam sanad lain, Sahlah sempat mempertanyakan bagaimana mungkin ia menyusui Salim sedang Salim sudah dewasa dan berjanggut. Nabi saw hanya menjawab: “Saya juga tahu demikian.” (Shahih Muslim bab radla’atil-kabir no. 3673, 3677) Artinya bahwa meski sudah dewasa, Nabi saw mempersilahkan Sahlah untuk menyusuinya.
Al-Qadli ‘Iyadl menjelaskan, praktiknya kemungkinan besar dengan memerah air susunya ke dalam wadah, lalu mempersilahkan Salim untuk meminumnya. Tetapi menurut Imam an-Nawawi, menyusui langsung pun tidak jadi soal karena satu hajat; kebutuhan mendesak (Syarah an-Nawawi).
Imam al-‘Azhim Abadi dalam ‘Aunul-Ma’bud syarah Sunan Abi Dawud menjelaskan ada dua madzhab terkait fiqih hadits di atas:
Pertama, madzhab ‘Aisyah, ‘Urwah ibnuz-Zubair, ‘Atha` ibn Abi Rabah, dan Ibn Hazm, yang memahami hadits di atas apa adanya, yakni diperbolehkan anak angkat yang sudah dewasa disusui ibu asuhnya agar menjadi muhrim. Terlepas mau memakai cara diperah dahulu ke wadah atau menyusui langsung.
Kedua, madzhab jumhur yang memahami hadits di atas khusus ditujukan untuk Sahlah dan Salim saja, tidak berlaku untuk yang lainnya (Shahih Muslim bab radla’atil-kabir no. 3678). Hadits di atas di-nasakh/digugurkan oleh hadits-hadits sesudahnya yang menyatakan bahwa menyusui yang menjadikan muhrim itu apabila: (1) Menyusui itu di masa dua tahun awal sebelum disapih. (2) Menyusui bayi yang lapar dan butuh menyusui hingga ia kenyang. (3) Menyusui harus yang sampai menumbuhkan daging. (4) Minimal lima kali menyusui yang mengenyangkan.
Ibn Taimiyyah dan as-Syaukani sendiri lebih cenderung memilih madzhab ‘Aisyah ra dan menyatakan bahwa dalil-dalil yang disebutkan oleh madzhab jumhur itu berlaku umum, dan dikecualikan untuk anak angkat yang sudah dewasa yang hendak dijadikan muhrim. Baik itu dengan cara menyusui langsung atau diperah dahulu ke dalam wadah untuk diminum.
Jika anda lebih cenderung pada madzhab jumhur dan keberatan untuk mengikuti madzhab ‘Aisyah, maka berarti tetap berlakukan aturan syari’at terkait non-muhrim dalam hal interaksi antar-lawan jenis dengan lawan jenis yang ada di rumah orangtua asuh anda. Jangan terlalu dekat sehingga saling bersentuhan dan saling melihat aurat kepala, tangan, dan kaki yang sebatas dibolehkan kepada sesama muhrim saja. wal-‘Llahu a’lam.