Mencintai Keluarga Nabi ﷺ  dengan Wajar

Nabi shallal-‘Llahu ‘alaihi wa sallam sering mengamanatkan agar keluarganya dicintai, dijaga, dihormati, dan dido’akan dalam shalawat. Tetapi amanatnya tersebut sama dengan amanat untuk mencintai dan menghormati para shahabat dan para ulama lainnya termasuk menyertakan mereka dalam shalawat bersama Nabi saw.
اللهم صل وسلم على محمد وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان


Abu ‘Utsman an-Nahdi menceritakan, pernah ada seseorang bertanya kepada Salman mengapa ia sangat mencintai ‘Ali ra. Salman pun mengemukakan alasan karena satu hadits Nabi saw sebagai berikut:

عَنْ أَبِي عُثْمَانَ النَّهْدِيُّ قَالَ: قَالَ رَجُلٌ لِسَلْمَانَ: مَا أَشَدَّ حُبُّكَ لِعَلِيٍّ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ: مَنْ أَحَبَّ عَلِيًّا فَقَدْ أَحَبَّنِي، وَمَنْ أَبْغَضَ عَلِيًّا فَقَدْ أَبْغَضَنِي

Dari Abu ‘Utsman an-Nahdi ia berkata: Seseorang berkata kepada Salman: “Alangkah besarnya cintamu kepada ‘Ali.” Salman menjawab: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Siapa yang mencintai ‘Ali maka ia mencintaiku, dan siapa yang membenci ‘Ali maka ia telah membenciku.” (al-Mustadrak al-Hakim kitab ma’rifah as-shahabah no. 4648. Syaikh al-Albani menilainya shahih dalam as-Silsilah as-Shahihah no. 1299)
Dalam kesempatan lain Nabi saw memerintahkan umat Islam untuk mencintai al-Hasan dan al-Husain, kedua cucunya dari ‘Ali ibn Abi Thalib dan Fathimah:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ  قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ ﷺ يُصَلِّي وَالْحَسَنُ وَالْحُسَيْنُ يَثِبَانِ عَلَى ظَهْرِهِ، فَيُبَاعِدُهُمَا النَّاسُ، فَقَالَ ﷺ :  دَعُوهُمَا، بِأَبِي هُمَا وَأُمِّي مَنْ أَحَبَّنِي فَلْيُحِبَّ هَذَيْنِ

Dari ‘Abdullah ibn Mas’ud ra, ia berkata: Ketika Nabi saw shalat al-Hasan dan al-Husain melompat ke atas punggungnya. Lalu orang-orang pun meminta keduanya untuk menjauhi beliau. Maka beliau bersabda (selepas shalat): “Biarkan saja mereka. Atas nama ayah dan ibuku, siapa yang mencintaiku maka cintailah kedua cucuku ini.” (Shahih Ibn Hibban kitab ikhbaruhu saw ‘an manaqibis-shahabah no. 6970).
Dalam hadits Zaid ibn Arqam ra, Nabi saw mengamanatkan untuk memperhatikan keluarganya secara keseluruhan:

عن زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ قَالَ قَامَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَوْمًا فِينَا خَطِيبًا بِمَاءٍ يُدْعَى خُمًّا بَيْنَ مَكَّةَ وَالْمَدِينَةِ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَوَعَظَ وَذَكَّرَ ثُمَّ قَالَ: أَمَّا بَعْدُ أَلاَ أَيُّهَا النَّاسُ فَإِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ يُوشِكُ أَنْ يَأْتِىَ رَسُولُ رَبِّى فَأُجِيبَ وَأَنَا تَارِكٌ فِيكُمْ ثَقَلَيْنِ أَوَّلُهُمَا كِتَابُ اللَّهِ فِيهِ الْهُدَى وَالنُّورُ فَخُذُوا بِكِتَابِ اللَّهِ وَاسْتَمْسِكُوا بِهِ. فَحَثَّ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ وَرَغَّبَ فِيهِ ثُمَّ قَالَ: وَأَهْلُ بَيْتِى أُذَكِّرُكُمُ اللَّهَ فِى أَهْلِ بَيْتِى أُذَكِّرُكُمُ اللَّهَ فِى أَهْلِ بَيْتِى أُذَكِّرُكُمُ اللَّهَ فِى أَهْلِ بَيْتِى. فَقَالَ لَهُ حُصَيْنٌ وَمَنْ أَهْلُ بَيْتِهِ يَا زَيْدُ أَلَيْسَ نِسَاؤُهُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ قَالَ نِسَاؤُهُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ وَلَكِنْ أَهْلُ بَيْتِهِ مَنْ حُرِمَ الصَّدَقَةَ بَعْدَهُ. قَالَ وَمَنْ هُمْ قَالَ هُمْ آلُ عَلِىٍّ وَآلُ عَقِيلٍ وَآلُ جَعْفَرٍ وَآلُ عَبَّاسٍ . قَالَ كُلُّ هَؤُلاَءِ حُرِمَ الصَّدَقَةَ قَالَ نَعَمْ

Dari Zaid ibn Arqam, ia berkata: Pada suatu hari Rasulullah saw berdiri dan berkhutbah di suatu tempat air yang di sebut Khumm, yang terletak antara Makkah dan Madinah. Beliau memuji Allah, kemudian menyampaikan nasihat dan peringatan serta berkata: “Ketahuilah hai orang-orang, bahwasanya aku adalah manusia biasa seperti kalian. Sebentar lagi utusan Tuhanku, malaikat pencabut nyawa, akan datang kepadaku dan aku pun siap menyambutnya. Sesungguhnya aku akan meninggalkan dua hal yang berat kepada kalian, yaitu: Pertama, Al-Qur ‘an yang berisi petunjuk dan cahaya. Oleh karena itu, laksanakanlah isi Al-Qur’an dan peganglah.” Lalu Rasulullah saw sangat mendorong dan menghimbau pengamalan Al-Qur’an. “Dan keluargaku. Aku ingatkan Allah kepada kalian semua dalam memperlakukan keluargaku. Aku ingatkan Allah kepada kalian semua dalam memperlakukan keluargaku. Aku ingatkan Allah kepada kalian semua dalam memperlakukan keluargaku.” Husain bertanya kepada Zaid ibn Arqam: “Wahai Zaid, sebenarnya siapakah ahlul bait (keluarga) Rasulullah itu? Bukankah istri-istri beliau itu adalah ahlul bait (keluarga) nya?” Zaid ibn Arqam berkata: “Istri-istri beliau adalah ahlul baitnya. Tetapi ahlul bait beliau juga adalah orang yang diharamkan untuk menerima zakat sepeninggal beliau.” Husain bertanya: “Siapakah mereka itu?” Zaid ibn Arqam menjawab: “Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil. keluarga Ja’far, dan keluarga Abbas.” Husain bertanya: “Apakah mereka semua diharamkan untuk menerima zakat?” Zaid ibn Arqam menjawab: “Ya.” (Shahih Muslim kitab fadla`il as-shahabah bab min fadla`il ‘Ali ibn Abi Thalib no. 6378).
Perintah dan anjuran Nabi saw di atas untuk memperhatikan keluarganya di antara yang paling utama adalah dalam setiap shalawat yang dipanjatkan dalam shalat. Tidak sebatas untuk Nabi Muhammad saw, tetapi juga untuk seluruh keluarganya. Selanjutnya juga mengajarkan kepada diri sendiri, keluarga, dan masyarakat untuk mencintai keluarga Nabi saw baik yang sudah wafat ataupun yang masih hidup. Tidak sebagaimana halnya para penguasa Dinasti Umayyah yang sering berani menghina keluarga dan keturunan Nabi saw di muka umum karena takut kehilangan kekuasaan. Keluarga Nabi saw sepanjang sejarahnya juga selalu menjadi tokoh-tokoh yang berjuang menegakkan al-Qur`an dan sunnah serta melawan kezhaliman. Amanat Nabi saw untuk menjaga keluarganya artinya bersama-sama dengan mereka dalam menegakkan al-Qur`an dan sunnah serta melawan kezhaliman.
Meski demikian, ini tidak menjadi dalil diperbolehkannya kultus individu kepada keluarga keturunan Nabi saw. Kepada siapapun, kultus individu terlarang karena termasuk israf (berlebihan), terlebih kepada keluarga Nabi saw. Apalagi jika diperhatikan dalil-dalil yang ditulis oleh para ulama hadits dalam kitab-kitab haditsnya, fadlilah tentang keluarga Nabi saw ini adalah salah satu bagian dari fadlilah para shahabat pada umumnya. Fadlilah ‘Ali ibn Abi Thalib ra dan keluarga Nabi saw lainnya selalu disimpan sesudah fadlilah Abu Bakar, ‘Umar, dan ‘Utsman radliyal-‘Llah ‘anhum.
Jangan dilupakan juga pujian-pujian Nabi saw untuk semua para pejuang kebenaran yang akan terus ada sampai hari kiamat tiba, dan itu tidak terbatas pada keluarga Nabi saw saja.

لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِى ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِىَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ

Akan senantiasa ada sekelompok dari umatku yang menegakkan kebenaran, tidak akan membahayakan mereka orang yang menentang mereka, sampai datang putusan Allah (kiamat), dan mereka ada dalam kondisi seperti itu (Shahih Muslim kitab al-imarah bab qaulihi la tazalu tha`ifah min ummati zhahirin no. 5059-5067; Shahih al-Bukhari kitab al-i’tisham bil-kitab was-sunnah bab qaulin-Nabi saw la tazalu tha`ifah min ummati zhahirin no. 7311).
Khususnya para ulama, yang Nabi saw tekankan sendiri sebagai pewaris para Nabi saw. Ulama secara umum, bukan ulama dari keturunan Nabi saw saja.

إِنَّ الْعُلَمَاءَ هُمْ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ إِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلاَ دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

Sesungguhnya ulama itu pewaris para Nabi. Karena sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar atau dirham, melainkan ilmu. Maka siapa yang mengambilnya, sungguh ia telah mengambil bagian yang paling banyak (Sunan Ibn Majah kitab al-muqaddimah bab fadllil-‘ulamâ` wal-hatsts ‘alâ talabil-‘ilm no. 223; Sunan Abî Dâwud kitab al-‘ilm bab al-hatsts ‘alâ talabil-‘ilm no. 3641).
        Wal-‘Llahu a’lam