Memanfaatkan Uang Haram

Memanfaatkan Uang Haram

  1. Bagaimana hukumnya menerima bantuan CSR (corporate sosial responsibility—semacam dana sosial) dari bank konvensional, mengingat bisnis yang dijalankannya ribawi, yakni haram?
  2. Saya sekarang sudah keluar dari anggota koperasi yang sistemnya tidak syari’ah. Tetapi masih ada uang sisa hasil usaha (SHU) yang menjadi hak saya dari koperasi. Apakah boleh saya mengambil dan memanfaatkannya?

Pembaca bulletin At-Taubah
Hukum asal dari harta haram itu adalah haram dimiliki dan dimanfaatkan untuk diri sendiri. Demikian juga haram dishadaqahkan, karena shadaqah sebagai sebuah amal shalih hanya bisa diterima kalau dari harta yang thayyib. Sebab Allah Mahathayyib dan hanya menerima yang thayyib.

إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا

Sesungguhnya Allah itu Mahabaik, tidak menerima (apapun) kecuali yang baik (Shahih Muslim kitab az-zakat bab qabulis-shadaqah minal-kasbit-thayyib wa tarbiyatiha no. 2393).

ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ

(Kata Abu Hurairah:) Kemudian beliau menceritakan kisah seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh, berambut kusut dan berdebu, sambil mengangkat kedua tangannya ke langit ia berdo’a: “Wahai Rabb, wahai Rabb,” sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan dia dikenyangkan dengan yang haram. Maka bagaimana mungkin orang seperti ini dikabulkan do’anya (Shahih Muslim kitab az-zakat bab qabulis-shadaqah minal-kasbit-thayyib wa tarbiyatiha no. 2393).

Akan tetapi dalam kasus yang ditanyakan di atas, jika kemudian uang SHU koperasi itu tidak diambil maka berarti memberi keuntungan kepada koperasi ribawi untuk semakin luas menjalankan praktik ribawinya. Yang seperti ini juga haram. Atau dalam kasus CSR yang ditanyakan, jika kemudian diambil oleh non-muslim atau ahli maksiat untuk mendukung kekafiran dan kemaksiatan, ini juga sama dengan memberi jalan kepada yang haram, dan hukumnya haram.

Pertimbangan lain yakni dibakar atau dibuang ke tempat yang tidak mungkin diambil oleh orang lain, ini juga sebuah tindakan mubadzir, hukumnya sama haram.

Akan tetapi jika dimanfaatkan untuk kepentingan umat dengan akad hibah semata, bukan shadaqah, ini tentu akan lebih baik. Status uang haram tersebut adalah tidak punya pemilik, maka akan lebih baik jika status uang yang tidak punya pemiliknya itu dikembalikan ke umat untuk kepentingan bersama. Status uang haram itu haram jika dimanfaatkan untuk kepentingan sendiri. Akan tetapi jika dimanfaatkan untuk kepentingan umat, maka ini, hemat kami, satu-satunya cara yang terbaik dari yang ada. Statusnya tentu tidak boleh disamakan dengan minuman keras yang haram zatnya, sehingga harus dimusnahkan, sebab uang haram statusnya haram itu karena akadnya, uangnya itu sendiri secara zatnya tidak haram. Pertimbangan lainnya, uang haram itu pemiliknya adalah Allah swt, maka dikembalikan lagi untuk kepentingan Allah swt atau fi sabilillah.

Jadi memanfaatkan uang CSR lembaga keuangan ribawi atau lembaga yang lekat dengan unsur haramnya, hukumnya boleh/halal selama untuk kepentingan umum, seperti pembangunan gedung. Demikian halnya memanfaatkan uang bunga bank, SHU koperasi non-syari’ah, atau tunjangan dari BPJS atau lembaga asuransi lainnya, sepanjang tidak digunakan untuk kepentingan pribadi. Wal-‘Llahu a’lam.