Ketika Fathimah Mengeluh Lelah

Hidup tidak akan pernah sepi dari kelelahan. Hanya satu kehidupan yang dijamin bebas dari kelelahan, yakni kehidupan di surga. Apalagi sebagai seorang ibu muda yang umumnya secara ekonomi belum mapan dan disibukkan dengan mengurus anak-anak yang masih kecil. Ditambah pekerjaan rumah tangga yang selalu menumpuk karena anak-anak belum bisa banyak membantu. Fathimah pernah merasakan hidup yang sangat lelah seperti itu. Ia pun mengadu kepada ayahandanya, Nabi Muhammad saw.

Sang suami, ‘Ali ibn Abi Thalib pun saat itu belum bisa memberikan solusi. Ia menceritakan:

عَنْ عَلِيٍّ أَنَّ فَاطِمَةَ عَلَيْهِمَا السَّلَام شَكَتْ مَا تَلْقَى فِي يَدِهَا مِنْ الرَّحَى فَأَتَتْ النَّبِيَّ ﷺ تَسْأَلُهُ خَادِمًا فَلَمْ تَجِدْهُ فَذَكَرَتْ ذَلِكَ لِعَائِشَةَ فَلَمَّا جَاءَ أَخْبَرَتْهُ قَالَ فَجَاءَنَا وَقَدْ أَخَذْنَا مَضَاجِعَنَا فَذَهَبْتُ أَقُومُ فَقَالَ مَكَانَكِ فَجَلَسَ بَيْنَنَا حَتَّى وَجَدْتُ بَرْدَ قَدَمَيْهِ عَلَى صَدْرِي فَقَالَ أَلَا أَدُلُّكُمَا عَلَى مَا هُوَ خَيْرٌ لَكُمَا مِنْ خَادِمٍ إِذَا أَوَيْتُمَا إِلَى فِرَاشِكُمَا أَوْ أَخَذْتُمَا مَضَاجِعَكُمَا فَكَبِّرَا ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَسَبِّحَا ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَاحْمَدَا ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ فَهَذَا خَيْرٌ لَكُمَا مِنْ خَادِمٍ

Dari ‘Ali, bahwasanya Fathimah mengeluh tentang tangannya yang kasar/melepuh. Ia datang kepada Nabi saw hendak meminta pembantu. Tapi Nabi saw sedang tidak ada. Ia pun memberitahukannya kepada ‘Aisyah. Setelah Nabi saw pulang, ‘Aisyah memberitahukan pesan Fathimah. Nabi saw lalu datang ke rumah kami ketika kami sudah naik tempat tidur. Aku pun lalu bangun. Nabi saw bersabda: “Tetap di tempatmu (Fathimah).” Beliau lalu duduk di antara kami sampai aku merasakan dinginnya telapak tangan beliau di dadaku. “Maukah aku tunjukkan kepada kalian berdua yang lebih baik dari pembantu? Apabila kalian hendak tidur bertakbirlah 33 kali, bertasbihlah 33 kali, dan bertahmidlah 33 kali. Ini lebih baik bagi kalian berdua daripada pembantu.” (Shahih al-Bukhari kitab ad-da’awat bab at-takbir wat-tasbih ‘indal-manam no. 6318)

Dalam riwayat Abu Dawud, sebagaimana dikutip al-Hafizh dalam Fathul-Bari, ‘Ali menceritakan:

فَجَرَّتْ بِالرَّحَى حَتَّى أَثَّرَتْ بِيَدِهَا وَاسْتَقَتْ بِالْقِرْبَةِ حَتَّى أَثَّرَتْ فِي عُنُقهَا وَقَمَّتْ الْبَيْت حَتَّى اِغْبَرَّتْ ثِيَابهَا وَخَبَزَتْ حَتَّى تَغَيَّرَ وَجْههَا

“Fathimah menarik penggilingan gandum sampai membekas pada tangannya, mengambil air dengan wadah besar sampai membekas pada bagian belakang lehernya, mengurus rumah sampai berdebu bajunya, dan memasak sampai mengotori wajahnya.”

Dalam riwayat as-Sa`ib disebutkan bahwa setelah Fathimah mengadu kepada ‘Ali, maka ‘Ali sendiri yang menyarankannya menemui ayahandanya:

وَقَدْ جَاءَ اللَّه أَبَاك بِسَبْيٍ، فَاذْهَبِي إِلَيْهِ فَاسْتَخْدِمِيهِ

“Allah telah memberi beberapa tawanan perang kepada ayahmu. Sebaiknya kamu temui beliau dan mintalah pembantu kepadanya.”

Dalam riwayat Muslim diceritakan bahwa ketika Nabi saw datang ke rumah Fathimah, beliau bersabda:

فَقَالَ: كَمَا أَنْتُمَا إِنِّي أُخْبِرَتْ أَنَّك جِئْت تَطْلُبِينَ فَمَا حَاجَتك؟ قَالَتْ : بَلَغَنِي أَنَّهُ قَدِمَ عَلَيْك خَدَم، فَأَحْبَبْت أَنْ تُعْطِينِي خَادِمًا يَكْفِينِي الْخُبْز وَالْعَجْن فَإِنَّهُ قَدْ شَقَّ عَلَيَّ، قَالَ: فَمَا جِئْت تَطْلُبِينَ أَحَبّ إِلَيْك أَوْ مَا هُوَ خَيْر مِنْهُ؟ قَالَ عَلِيّ: فَغَمَزْتهَا فَقُلْت قُولِي مَا هُوَ خَيْر مِنْهُ أَحَبّ إِلَيَّ قَالَ: فَإِذَا كُنْتُمَا عَلَى مِثْل حَالكُمَا الَّذِي أَنْتُمَا عَلَيْهِ فَذَكَرَ التَّسْبِيح

Sabda beliau: “Tetap saja seperti itu. Aku diberitahu bahwa kamu datang memohon sesuatu. Apa yang kamu butuhkan?” Fathimah menjawab: “Aku dengan kabar bahwa ada beberapa pembantu (tawanan perang) yang datang kepada anda, aku ingin anda memberikan satu pembantu untuk saya guna membantu membuat roti dan adonan, karena itu berat bagiku.” Nabi saw bertanya: “Apakah yang kamu minta itu yang lebih kamu sukai ataukah mau sesuatu yang lebih baik lagi daripada itu?” ‘Ali menjawab: “Aku lalu mengedipkan mata kepada Fathimah dan berkata agar yang lebih baik dari itu yang aku sukai.” Beliau bersabda: “Jika kalian bersabar dalam keadaan kalian berdua sekarang…” lalu beliau mengajarkan tasbih.

Dalam riwayat as-Sa`ib dijelaskan bahwa Nabi saw bukan sampai tidak punya hati enggan memberikan satu pembantu kepada putrinya ketika beliau memilikinya. Beliau menjelaskan:

وَاَللَّه لَا أُعْطِيكُمَا وَأَدَع أَهْل الصُّفَّة تُطْوَى بُطُونهمْ لَا أَجِد مَا أُنْفِق عَلَيْهِمْ وَلَكِنِّي أَبِيعهُمْ وَأُنْفِق عَلَيْهِمْ أَثْمَانهمْ

“Demi Allah, aku tidak akan memberi kepada kalian berdua sementara aku membiarkan Ahlus-Shuffah (para pelajar di masjid yang tidak punya keluarga dan rumah—pen) dalam keadaan perut kosong dan aku tidak punya sesuatu yang bisa aku nafkahkan kepada mereka. Maaf, aku akan jual para tawanan perang itu dan aku akan infaqkan hasilnya kepada Ahlus-Shuffah.”

Artinya Nabi saw sekaligus mengajarkan kepada putri dan menantunya untuk memprioritaskan mereka yang lebih membutuhkan, yang sama sekali tidak pernah punya makanan selain karena diberi, karena memang Ahlus-Shuffah tidak punya rumah, keluarga, dan pekerjaan di Madinah. Pekerjaan mereka murni untuk belajar ilmu dari Rasulullah saw di masjid.

Selain tasbih di atas, dalam hadits Abu Hurairah yang juga diriwayatkan Muslim, Nabi saw pun kemudian mengajarkan do’a:

اللَّهُمَّ رَبّ السَّمَاوَات السَّبْع وَرَبّ الْعَرْش الْعَظِيم، رَبّنَا وَرَبّ كُلّ شَيْء، مُنْزِل التَّوْرَاة وَالْإِنْجِيل وَالزَّبُور وَالْفُرْقَان، أَعُوذ بِك مِنْ شَرّ كُلّ ذِي شَرّ، وَمِنْ شَرّ كُلّ دَابَّة أَنْتَ آخِذ بِنَاصِيَتِهَا، أَنْتَ الْأَوَّل فَلَيْسَ قَبْلك شَيْء، وَأَنْتَ الْآخِر فَلَيْسَ بَعْدك شَيْء، وَأَنْتَ الظَّاهِر فَلَيْسَ فَوْقك شَيْء، وَأَنْتَ الْبَاطِن فَلَيْسَ دُونك شَيْء، اِقْضِ عَنِّي الدَّيْن وَأَغْنِنِي مِنْ الْفَقْر

Wahai Allah Rabb tujuh langit dan Rabb ‘arasy yang agung, wahai Rabb kami dan Rabb segala sesuatu, Yang menurunkan taurah, injil, zabur, dan al-furqan (al-Qur`an), aku berlindung kepadamu dari kejahatan setiap yang jahat dan dari kejahatan setiap makhluk yang Engkau memegang ubun-ubunnya. Engkaulah Yang Mahaawal tiada ada sesuatu apapun sebelum-Mu, Engkaulah Yang Mahaakhir tiada sesuatu apapun sesudah-Mu, Engkaulah Yang Mahatampak tiada sesuatu apapun di atas-Mu, Engkaulah Yang Mahasembunyi tiada sesuatu apapun di bawah-Mu, mohon lunasilah utangku dan cukupkanlah aku dari kefakiran.

Para ulama menjelaskan, bahwa kelelahan itu kuncinya adalah karena ketidaksabaran hati menanggung kelelahan. Jika hati kuat dan bersabar, maka kelelahan yang sangat lelah sekalipun tidak akan membuat hatinya lelah. Maka dari itulah Nabi saw mengajari Fathimah dan suaminya untuk berdzikir, bertasbih, bertahmid, dan bertakbir di setiap hendak tidurnya. Itu semua cukup untuk menjadi penguat hati sehingga tidak akan merasakan kelelahan yang menekan hati. Hati yang selalu digantungkan kepada Allah lewat dzikir akan selalu segar karena ia yakin dirinya sudah menyerahkan urusannya kepada Zat yang Mahaagung untuk dijadikan tempat bergantung; Allahus-Shamad. Allah swt pun akan selalu menganugerahinya dengan kekayaan hati.

Nabi saw juga sekaligus mengajari putri dan menantunya untuk selalu berorientasi pada pahala akhirat melalui dzikir tersebut. Sebab Nabi saw menyabdakan dalam riwayat Buhairah: “Itu adalah seratus dalam lisan, tetapi seribu dalam mizan.” Orang yang selalu yakin akan mendapatkan yang terbaik di masa depan tidak akan merasa lelah dengan yang dirasakannya di masa sekarang. Ia malah akan semakin terpacu untuk selalu bersabar menjalaninya, karena yakin dengan sabar kesenangan di masa depan akan diperoleh, apalagi itu diperbanyak dengan pahala dzikir.

Dalam aspek lain, Nabi saw mengajari kedua orang yang dikasihinya itu untuk selalu melihat orang yang lebih bawah dari mereka dan memilih untuk membantu mereka, sebab bagi orang yang berhati mulia, membantu itu akan mendatangkan kebahagiaan yang sebenarnya. Jadi meskipun diri ini lelah, tetapi ketika faktanya masih bisa membantu orang lain yang lebih membutuhkan, ini mendatangkan pelipur kelelahan itu sendiri. Wal-‘Llahu yahdi ila aqwamit-thariq.