Kesederhanaan Abu Turab ra

Abu Turab (arti asal: bapak tanah) adalah panggilan sayang dari Nabi ﷺ kepada ‘Ali ibn Abi Thalib ra ketika ia tidur beralaskan tanah di masjid. Kebetulan kain bajunya tersingkap sehingga punggung ‘Ali penuh dengan tanah. Panggilan itu menggambarkan kesederhanaan ‘Ali yang tidak merasa ada masalah untuk tidur beralaskan tanah di masjid. Padahal ia seorang menantu Presiden di zamannya, juga seorang pejabat tinggi militer yang selalu memimpin peperangan dan memenangkannya.


Kepeloporan ‘Ali ibn Abi Thalib ra dalam setiap peperangan di zaman Nabi saw tidak perlu disangsikan lagi. Dalam satu kesempatan ‘Ali menuturkan:

عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ أَنَا أَوَّلُ مَنْ يَجْثُو بَيْنَ يَدَيْ الرَّحْمَنِ لِلْخُصُومَةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ قَيْسٌ وَفِيهِمْ نَزَلَتْ {هَذَانِ خَصْمَانِ اخْتَصَمُوا فِي رَبِّهِمْ} قَالَ هُمْ الَّذِينَ بَارَزُوا يَوْمَ بَدْرٍ عَلِيٌّ وَحَمْزَةُ وَعُبَيْدَةُ وَشَيْبَةُ بْنُ رَبِيعَةَ وَعُتْبَةُ بْنُ رَبِيعَةَ وَالْوَلِيدُ بْنُ عُتْبَةَ

Dari ‘Ali ibn Abi Thalib ra ia berkata: “Aku adalah orang yang pertama kali menantang di hadapan ar-Rahman untuk bertarung pada hari kiamat.” Qais (ibn ‘Ubbad, periwayat dari ‘Ali) berkata: Kepada merekalah turunnya ayat: “Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka.” Qais berkata: “Mereka adalah yang berduel pada perang Badar yaitu ‘Ali, Hamzah, dan ‘Ubaidah, lalu Syaibah ibn Rabi’ah, ‘Utbah ibn Rabi’ah, dan al-Walid ibn ‘Utbah.” (Shahih al-Bukhari bab hadzani khashmani ikhtashamu fi Rabbihim no. 4744)
Maksudnya, menurut al-Hafizh Ibn Hajar, ‘Ali ra adalah salah seorang yang pertama kali berperang di jalan Allah swt dan menang. Perang yang dimaksud adalah perang Badar yang dibuka dengan pertarungan antara tiga orang perwakilan muslim dan tiga orang perwakilan kafir (Fathul-Bari). Ayat yang dimaksud dalam hadits di atas adalah QS. al-Hajj [22] : 19. Berdasarkan ayat tersebut dan ayat-ayat sesudahnya, selain mereka kalah dalam peperangan Badar, siksa neraka juga menunggu orang-orang kafir dan sungguh sangat mengerikan.

هَٰذَانِ خَصۡمَانِ ٱخۡتَصَمُواْ فِي رَبِّهِمۡۖ فَٱلَّذِينَ كَفَرُواْ قُطِّعَتۡ لَهُمۡ ثِيَابٞ مِّن نَّارٖ يُصَبُّ مِن فَوۡقِ رُءُوسِهِمُ ٱلۡحَمِيمُ ١٩ يُصۡهَرُ بِهِۦ مَا فِي بُطُونِهِمۡ وَٱلۡجُلُودُ ٢٠ وَلَهُم مَّقَٰمِعُ مِنۡ حَدِيدٖ ٢١ كُلَّمَآ أَرَادُوٓاْ أَن يَخۡرُجُواْ مِنۡهَا مِنۡ غَمٍّ أُعِيدُواْ فِيهَا وَذُوقُواْ عَذَابَ ٱلۡحَرِيقِ ٢٢

Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka. Maka orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api neraka. Disiramkan air yang sedang mendidih ke atas kepala mereka. Dengan air itu dihancur luluhkan segala apa yang ada dalam perut mereka dan juga kulit (mereka). Dan untuk mereka cambuk-cambuk dari besi. Setiap kali mereka hendak keluar dari neraka lantaran kesengsaraan mereka, niscaya mereka dikembalikan ke dalamnya. (Kepada mereka dikatakan): “Rasailah adzab yang membakar ini” (QS. al-Hajj [22] : 19-22).
Peperangan lainnya yang dicatat dalam hadits terkait kepeloporan ‘Ali ra adalah perang Khaibar. Setelah satu pekan lamanya benteng Khaibar tidak berhasil ditaklukkan dengan berganti-ganti komandan perang, Nabi saw kemudian bersabda:

لَأُعْطِيَنَّ الرَّايَةَ غَدًا رَجُلًا يَفْتَحُ اللَّهُ عَلَى يَدَيْهِ

Aku akan berikan panji perang besok kepada seorang lelaki yang Allah akan memberikan kemenangan melalui kedua tangannya (Shahih al-Bukhari bab manaqib ‘Ali ibn Abi Thalib no. 3701)
Di malam tersebut semua shahabat susah tidur karena semuanya berharap agar orang yang dimaksud Nabi saw adalah salah seorang dari mereka. Esok harinya ketika mereka semua menghadap Nabi saw, beliau malah bertanya: “Di mana ‘Ali ibn Abi Thalib?” Dijawab oleh seorang shahabat: “Ia sedang sakit mata.” Nabi saw meminta agar ia disuruh menghadap dan setelah menghadap, Nabi saw kemudian meludahi mata ‘Ali ra hingga sembuh seakan-akan tidak pernah ada sakit sebelumnya. Nabi saw kemudian memberikan instruksi:

انْفُذْ عَلَى رِسْلِكَ حَتَّى تَنْزِلَ بِسَاحَتِهِمْ ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى الْإِسْلَامِ وَأَخْبِرْهُمْ بِمَا يَجِبُ عَلَيْهِمْ مِنْ حَقِّ اللَّهِ فِيهِ فَوَاللَّهِ لَأَنْ يَهْدِيَ اللَّهُ بِكَ رَجُلًا وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُونَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ

Bergeraklah dengan tenang hingga kamu datang ke halaman rumah mereka, kemudian ajaklah mereka masuk Islam, lalu beritahukan mereka kewajiban Allah untuk mereka. Demi Allah, Allah memberi hidayah melalui kami kepada seseorang itu lebih baik bagimu daripada kamu memperoleh unta merah (Shahih al-Bukhari bab manaqib ‘Ali ibn Abi Thalib no. 3701).
Terkait panggilan sayang Abu Turab untuk ‘Ali, diceritakan oleh Sahl ibn Sa’ad ra. Saat itu ada seseorang yang datang melaporkan kepadanya tentang seorang Gubernur Madinah yang menghina ‘Ali ra di atas mimbar dengan memanggilnya Abu Turab. Sahl hanya tersenyum dan malah berkata:

وَاللَّهِ مَا سَمَّاهُ إِلَّا النَّبِيُّ ﷺ وَمَا كَانَ لَهُ اسْمٌ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْهُ

Demi Allah, tidaklah yang menamainya demikian melainkan Nabi saw. Dan tidak ada nama lain yang lebih disenangi ‘Ali daripada nama itu (Shahih al-Bukhari bab manaqib ‘Ali ibn Abi Thalib no. 3703).
Sahl ibn Sa’ad ra kemudian menceritakan:

جَاءَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ بَيْتَ فَاطِمَةَ فَلَمْ يَجِدْ عَلِيًّا فِي الْبَيْتِ فَقَالَ أَيْنَ ابْنُ عَمِّكِ قَالَتْ كَانَ بَيْنِي وَبَيْنَهُ شَيْءٌ فَغَاضَبَنِي فَخَرَجَ فَلَمْ يَقِلْ عِنْدِي فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ لِإِنْسَانٍ انْظُرْ أَيْنَ هُوَ فَجَاءَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هُوَ فِي الْمَسْجِدِ رَاقِدٌ فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ وَهُوَ مُضْطَجِعٌ قَدْ سَقَطَ رِدَاؤُهُ عَنْ شِقِّهِ وَأَصَابَهُ تُرَابٌ فَجَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَمْسَحُهُ عَنْهُ وَيَقُولُ قُمْ أَبَا تُرَابٍ قُمْ أَبَا تُرَابٍ

Rasulullah saw datang ke rumah Fathimah dan ia tidak melihat ‘Ali di rumah. Beliau bertanya: “Di mana anak pamanmu?” Fathimah menjawab: “Aku dan ia ada sedikit masalah sehingga ia marah kepadaku. Ia lalu keluar dan tidak tidur siang di rumah.” Rasulullah saw lalu bersabda kepada seseorang: “Tolong cari ia ada di mana?” Orang itu lalu datang dan melapor: “Wahai Rasulullah, ia ada di masjid sedang tidur.” Rasulullah saw kemudian datang ke masjid dan saat itu ia sedang berbaring. Pakaian atasnya tersingkap dari tubuhnya sehingga tanah mengenai tubuhnya. Rasulullah saw kemudian mengusapnya dan bersabda: “Bangun wahai Abu Turab, bangun wahai Abu Turab.” (Shahih al-Bukhari bab naumil-mar`ah fil-masjid no. 441).
Hadits di atas menggambarkan dengan jelas sisi manusiawi seorang ‘Ali ibn Abi Thalib ra. Ia adalah seorang suami yang ada kalanya mengalami pertengkaran kecil dengan istrinya. Ketika ia bertengkar kecil dengan istrinya ia masih bisa mengendalikan amarahnya dan memilih untuk menjaga jarak dahulu. Tetapi ia tidak pergi ke mana-mana melainkan ke masjid. ‘Ali ra juga seorang manusia biasa yang membutuhkan istirahat di siang hari, dan ketika ia merasa sedang tidak bisa istirahat di rumah ia memilih beristirahat siang di masjid. Imam al-Bukhari sampai memberikan satu tarjamah terkait hadits ini dalam kitab Shahihnya, bab al-qa`ilah fil-masjid (bab tentang bolehnya istirahat/tidur siang di masjid).
Sosok ‘Ali sebagai seorang manusia biasa yang bahkan hidup bersahaja juga terlihat dari pakaian yang ia kenakan. Bukan pakaian mewah atau mahal melainkan pakaian pada umumnya. Rida yang disebutkan dalam hadits di atas adalah pakaian bagian atas yang diselendangkan seperti sorban atau baju ihram haji. Meski harus tidur beralaskan tanah ‘Ali tidak merasa risih, ia menikmatinya saja dan bisa tertidur pulas meskipun tanah menempel penuh di tubuhnya.
Sosok Nabi saw sebagai seorang mertua yang bijak juga terlihat jelas dalam hadits di atas. Mengetahui putrinya sedang bertengkar kecil dengan suaminya, ia tergerak untuk mendinginkan situasi dengan mencari langsung menantunya. Tidak memanggilnya untuk menghadap, tetapi mendatanginya langsung meski sang menantu sedang tidur di masjid. Nabi saw dalam riwayat lain (Shahih al-Bukhari bab at-takanni bi Abi Turab no. 6204) bahkan disebutkan mencarinya terlebih dahulu, lalu ketika berpapasan dengan seorang shahabat, beliau meminta bantuan juga darinya untuk mencari ‘Ali. Ketika diberitahu ‘Ali ada di masjid, beliau mendatanginya langsung dan memanggil dengan panggilan sayang: Abu Turab. Sebuah panggilan yang sangat menyentuh ‘Ali dan ia sangat senang dengan panggilan tersebut. Situasi tegang akibat pertengkaran kecil pun secara otomatis bisa reda dengan kelembutan akhlaq sang mertua bijak.