Izin Suami untuk Menafkahi Orangtua

Bismillahirrahmanirrahim. Saya dari Tegalega Bandung, izin bertanya. Apakah seorang istri yang selalu diminta oleh orangtuanya untuk memberi nafkah sehari-hari harus menuruti padahal ia tidak mendapatkan izin dari suaminya? 0813-2050-xxxx
Orangtua yang sudah masuk kategori tidak mampu (faqir miskin) secara ekonomi maka mereka menjadi tanggung jawab nafkah dari anak-anaknya. Ini termasuk dalam kewajiban birrul-walidain (berbakti kepada orangtua) yang kewajibannya bukan hanya kepada anak kandungnya saja tetapi juga suami/istri dari anak kandungnya tersebut. Ketika sepasang suami-istri sudah menikah maka orangtua suami adalah orangtuanya juga. Demikian halnya orangtua istri adalah orangtuanya juga. Maka tidak boleh ada desakan kepada seorang istri untuk memilih antara taat suaminya atau orangtuanya. Keduanya harus ditaati, dan suami juga harus menaati orangtua istrinya. Tentunya selama ketaatan tersebut dalam hal yang ma’ruf. Jadi dalam hal menafkahi orangtua istri (mertua) tersebut, bukan hanya kewajiban istrinya saja, tetapi juga kewajiban suaminya kepada mertuanya.
Kewajiban mengurus dan menafkahi orangtua yang masih hidup dan tidak ada lagi yang bisa mengurusnya selain anaknya tersebut lebih tinggi kedudukannya daripada jihad fi sabilillah yang fardlu kifayah.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَجُلٌ لِلنَّبِيِّ ﷺ أُجَاهِدُ قَالَ لَكَ أَبَوَانِ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ

Dari ‘Abdullah ibn ‘Amr berkata: Seorang lelaki berkata kepada Nabi saw: “Aku ingin ikut jihad.” Nabi bertanya: “Kamu masih punya orangtua?” Ia menjawab: “Ya.” Nabi bersabda: “Maka berjihadlah pada orangtuamu.” (Shahih al-Bukhari bab al-jihad bi idznil-abawain no. 3004).
Dalam al-Qur`an Allah swt juga menegaskan bahwa memberi nafkah/infaq itu diprioritaskan kepada orangtua:

يَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ ۗ قُلْ مَآ اَنْفَقْتُمْ مِّنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِ ۗ وَمَا تَفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ

Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan.” Dan apa saja kebajikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya (QS. Al-Baqarah [2] : 215).
Jika kasusnya orangtua istri anda sebenarnya punya pekerjaan, tetapi ia mempunyai penyakit tangan di bawah sehingga selalu seenaknya saja meminta, maka anda cukup menyantuni orangtua sekemampuan maksimal anda. Jika memang di luar batas kemampuan, maka tidak memberi pun tidak jadi soal, sebab masalahnya bukan karena ekonominya yang terbatas, tetapi karena penyakit mental tangan di bawah. Satu hal yang pasti, jangan sampai mengeluarkan ungkapan ketus “heuh”. Apalagi berbicara dengan nada tinggi atau bersikap kasar. Posisi tubuh harus lebih rendah di bawah mereka. Orangtua tetap harus dimaklumi karena “ketuaannya” dan atas jasa mereka yang telah mengurus anak di waktu kecil.

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعۡبُدُوٓاْ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنًاۚ إِمَّا يَبۡلُغَنَّ عِندَكَ ٱلۡكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوۡ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفّٖ وَلَا تَنۡهَرۡهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوۡلٗا كَرِيمٗا ٢٣ وَٱخۡفِضۡ لَهُمَا جَنَاحَ ٱلذُّلِّ مِنَ ٱلرَّحۡمَةِ وَقُل رَّبِّ ٱرۡحَمۡهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرٗا  ٢٤

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (QS. Al-Isra` [17] : 23-24).