Istri Tidak Boleh Mengatur Keuangan

Bismillah, Ustadz benarkah seorang istri tidak boleh mengatur keuangan rumah tangga. Mutlak harus oleh suami? 089534137xxxx
Tepatnya bukan tidak boleh mengatur keuangan, tetapi tidak boleh mengatur keuangan tanpa seizin suami, meski itu harta/penghasilan milik dirinya sendiri. Dikecualikan tentunya dalam hal-hal yang memang suami sudah mengetahuinya karena sudah biasa.
Dalam kitab Bulughul-Maram bab al-hajr (penyitaan/pengambilalihan pengelolaan keuangan), al-Hafizh Ibn Hajar menuliskan dua hadits berikut:

لاَ يَجُوزُ لِاِمْرَأَةٍ عَطِيَّةٌ إِلَّا بِإِذْنِ زَوْجِهَا. وَفِي لَفْظٍ: لاَ يَجُوزُ لِلْمَرْأَةِ أَمْرٌ فِي مَالِهَا, إِذَا مَلَكَ زَوْجُهَا عِصْمَتَهَا. رَوَاهُ أَحْمَدُ وَأَصْحَابُ اَلسُّنَنِ إِلاَّ التِّرْمِذِيَّ وَصَحَّحَهُ الْحَاكِمُ

Tidak diperbolehkan bagi seorang istri memberikan sesuatu kecuali dengan seizin suaminya.” Dalam redaksi lain: “Tidak diperbolehkan bagi seorang istri mengurus hartanya sendiri selama suami masih memiliki ikatan nikahnya.” Riwayat Ahmad dan para pengarang kitab as-Sunan kecuali Tirmidzi. Hadits shahih menurut Hakim.
Tema al-hajr itu sendiri terkait ayat al-Qur`an:

وَلَا تُؤۡتُواْ ٱلسُّفَهَآءَ أَمۡوَٰلَكُمُ ٱلَّتِي جَعَلَ ٱللَّهُ لَكُمۡ قِيَٰمٗا وَٱرۡزُقُوهُمۡ فِيهَا وَٱكۡسُوهُمۡ وَقُولُواْ لَهُمۡ قَوۡلٗا مَّعۡرُوفٗا ٥

Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik (QS. An-Nisa` [4] : 5).
Menurut al-Hafizh Ibn Katsir, ayat ini jadi dalil bolehnya hajr (menyita/mengambil alih pengelolaan) harta anak kecil, orang gila, orang yang tidak cakap mengelola harta, dan orang yang bangkrut. Termasuk di dalamnya kaum istri, yang disebutkan dalam hadits lain “akalnya kurang” karena kesaksiannya dihitung setengah (QS. al-Baqarah [2] : 282). Maka dari itu, ketika istri Ibn Mas’ud dilarang oleh Ibn Mas’ud menshadaqahkan harta lebihnya kepada orang lain, melainkan harus kepada Ibn Mas’ud dahulu kerena ia memang miskin, Nabi saw membenarkan Ibn Mas’ud (Shahih al-Bukhari kitab az-zakat bab az-zakat ‘alal-aqarib no. 1462).
Meski demikian, ketika Nabi saw khutbah ‘Id dan menceramahi ibu-ibu agar shadaqah, pada saat itu ibu-ibu langsung memberikan kalung dan cincinnya. Tidak minta izin dahulu kepada suami, karena memang para suami juga menghadiri khutbah ‘Id tersebut. Artinya para suami juga menjadi yang terkena perintah untuk memberikan izin, karena Rasul saw yang langsung memberikan instruksi (Shahih Muslim kitab shalatil-‘idain no. 2085).
Artinya, meski harta milik sendiri, kaum istri harus tetap konsultasi kepada suami tentang pengelolaan hartanya. Ini untuk memenuhi tuntunan syari’at semata, sami’na wa atha’na. Adalah fakta bahwa banyak rumah tangga yang krisis keuangan hanya karena istri mengatur keuangan sendiri tanpa dikontrol suami. Meski terkadang hal tersebut berlaku sebaliknya, sehingga hukumnya berlaku sebaliknya juga. Wal-‘Llahu a’lam.