Hukum Memakai Parfum Beralkohol

Assalamu ‘alaikum. Ustadz, mohon izin bertanya, apa hukumnya memakai dan menjual parfum beralkohol? 0852-2125-xxxx
Alkohol itu sendiri kedudukannya diperselisihkan di kalangan para ulama. Mayoritas ulama menilainya bagian dari khamr sehingga statusnya haram, sebagian ulama menilainya bukan khamr. Selanjutnya status khamr sebagai najis juga diperselisihkan di kalangan para ulama. Mayoritas ulama menyimpulkan najis, sementara sebagiannya menyimpulkan tidak najis.
Kami sendiri menilai bahwa alkohol dan khamr sesuatu yang berbeda, sebab khamr sudah dibatasi definisinya oleh Nabi saw sebagai “minuman yang memabukkan” (kullu muskirin khmarun). Sementara alkoholnya itu sendiri belum menjadi zat yang memabukkan jika tidak diolah sedemikian rupa sehingga menjadi minuman yang memabukkan. Contoh sederhana, peuyeum Bandung mengandung kadar alkohol yang tinggi. Tetapi tidak ada orang yang mabuk karena makan peuyeum. Demikian halnya, alkohol terdapat juga dalam anggur, kurma, madu, dan sebagainya. Tetapi status makanan dan minuman tersebut tetap halal selama tidak diolah menjadi minuman yang memabukkan.
Hanya yang mesti diwaspadai, sebagaimana dijelaskan oleh LPPOM-MUI (Lembaga Pengawas Pangan, Obat, dan Makanan MUI), alkohol itu ada yang berasal dari industri produsen khamr dan ada juga yang berasal dari industri non-khamr (Himpunan Fatwa MU Sejak 1975, hlm. 735). Jika berasal dari industri khamr tentu statusnya seperti khamr yang dijadikan cuka, hukumnya haram. Meski cuka sudah bukan lagi minuman yang memabukkan, tetapi jika dibuat dari khamr maka hukumnya haram.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ  قَالَ: سُئِلَ رَسُولُ اللهِ ﷺ عَنِ الْخَمْرِ تُتَّخَذُ خَلاًّ قَالَ: لاَ

Dari Anas ibn Malik ra, ia berkata: Rasulullah saw ditanya tentang khamr yang dijadikan cuka. Beliau menjawab: “Tidak boleh.” (Shahih Muslim kitab al-asyribah bab tahrim takhlilil-khamr no. 5255; Sunan at-Tirmidzi kitab al-buyu’ bab bai’il-khamri wan-nahyi ‘an dzalika no. 1293, bab an-nahy an yuttakhadzal-khamru khallan no. 1294; Sunan Abi Dawud kitab al-asyribah bab ma ja`a fil-khamr tukhallalu no. 3677; dan Musnad Ahmad no. 13759).
Jadi tugas siapapun yang hendak memakai parfum beralkohol adalah menelusuri terlebih dahulu apakah alkohol yang digunakan tersebut berasal dari industri khamr atau bukan. Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat seperti saat ini bisa dimanfaatkan untuk memastikannya. Jika belum diketahui, bisa kembali ke hukum asal: mubah. (al-ashlu fil-asyya`i al-ibahah; asal dalam segala sesuatu adalah mubah, sehingga ada indikator jelas yang menunjukkan haramnya).
Meski demikian, sebagai kehati-hatian tetap saja akan lebih selamat jika parfum yang digunakan adalah parfum yang tidak beralkohol. Termasuk bagi para penjualnya, akan lebih maslahat jika hanya menjual parfum-parfum non-alkohol yang hari ini sudah banyak diproduksi oleh para produsen parfum. Tidak perlu terjebak dengan alasan kurang wangi dan sebagainya, sebab niatan seseorang berdandan hanya untuk menjaga kehormatan diri dan agar tidak memberikan bau busuk kepada orang lain, bukan untuk pamer berlebihan apalagi untuk memancing perhatian orang lain sehingga dirinya menjadi pusat perhatian orang. Nabi saw sudah mengingatkan:

مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ أَلْبَسَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَوْبًا مِثْلَهُ ثُمَّ تُلَهَّبُ فِيهِ النَّارُ

Siapa yang memakai pakaian karena ingin pamer maka Allah pada hari kiamat akan memakaikannya pakaian serupa kemudian ia dibakar dengannya di neraka (Sunan Abi Dawud bab fi labsis-syuhrah no. 4031).