Donasi untuk Masjid Penyelenggara Muludan dan Rajaban

Bismillah, bagaimana menurut Islam hukum menjadi donatur untuk masjid yang selalu menyelenggarakan muludan, rajaban, dan sebagainya? Terima kasih jawabannya. 0818771xxx
Dalam hal ini ada tiga pertimbangan yang bisa dijadikan sandaran jawaban pertanyaan anda. Pertama, masjid yang anda maksud statusnya masih sah sebagai masjid Allah, bukan masjid dlirar (yang dibangun untuk menghancurkan Islam). Masjid yang anda maksud tentunya masih dimuliakan sebagai tempat ibadah; shalat, zakat, dzikir, tasbih, ta’lim, dan kegiatan ibadah lainnya (QS. an-Nur [24] : 36-37). Maka donasi untuk masjid-masjid tersebut sama statusnya dengan donasi untuk masjid secara umum. Hukumnya sama dengan hukum shalat di masjid-masjid tersebut, yakni masih sah bahkan dianjurkan. Selama bukan masjid dlirar, maka masjid-masjid tersebut harus dimakmurkan. Allah swt menjelaskan:
Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudaratan/dlirar (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka sesungguhnya bersumpah: “Kami tidak menghendaki selain kebaikan.” Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya). Janganlah kamu shalat dalam masjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar taqwa (masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu bershalat di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih (QS. at-Taubah [9] : 107-108).
Kedua, acara muludan dan rajaban masuk dalam kategori ikhtilaf di kalangan ulama. Sebagian ulama membolehkan karena bid’ah hasanah, sebagian lagi mengharamkan karena bid’ah dlalalah. Ikhtilaf semacam ini—sebagaimana sering dibahas—termasuk perkara syubhat (samar dan meragukan). Setiap muslim sangat dianjurkan untuk menjauhi syubhat, termasuk di dalamnya memberikan donasi untuk hal-hal yang syubhat. Maka jika donasi yang anda maksud untuk kegiatan muludan dan rajaban-nya secara langsung, sebaiknya tidak dilakukan karena syubhat. Jika donasi ke masjid untuk kegiatan ibadah secara umum sebagaimana dijelaskan di point pertama, maka itu tentu sunnah muakkadah.
Ketiga, dalam setiap shadaqah dan infaq harus selalu diberlakukan skala prioritas, sebab memang harta yang akan dishadaqahkan pasti terbatas, sehingga shadaqah dan infaq menjadi lebih tepat sasaran. QS. al-Baqarah [2] : 272-273 mengajarkan bahwa meski infaq untuk orang miskin yang kafir dibolehkan, tetapi sebaiknya infaq untuk orang miskin yang muslim, yang miskinnya karena terbatas aktivitas duniawinya oleh fi sabilillah, dan mereka tidak berani meminta, itu lebih pantas untuk diprioritaskan. Dalam konteks ini berarti donasi untuk masjid yang bersih dari syubhat layak untuk diprioritaskan dibanding masjid-masjid yang masih menyisakan syubhat.
Bagi mereka yang tinggalnya hanya dekat dengan masjid-masjid yang diindikasikan menyisakan syubhat, tentu bukan berarti harus tidak bershadaqah sama sekali kepada masjid-masjid teresbut. Shadaqahnya tetap ditunaikan, hanya tidak sebesar ke masjid-masjid yang menjadi basis penyebaran al-Qur`an dan sunnah Rasulullah saw. Wal-‘Llahu a’lam.