27 Pahala Shalat Berjama’ah

Rasul saw menyebutkan pahala shalat berjama’ah 25 atau 27 kali lipat daripada shalat munfarid. Tetapi beliau sendiri tidak pernah merinci satu per satu pahalanya apa saja. Meski demikian, dalam berbagai haditsnya Nabi saw sudah menjelaskan banyak sekali pahala-pahala seputar shalat berjama’ah tersebut. al-Hafizh Ibn Hajar dalam Fathul-Bari kemudian berijtihad menghimpun dan merincinya. Berikut uraiannya.


Perbedaan 25 dan 27 kali lipat pahala yang Nabi saw sebutkan dalam hadits, menurut al-Hafizh Ibn Hajar, kemungkinan besar dari perbedaan shalat jahar dan sirnya. Shalat yang dijaharkan ada pahala tambahan dalam menyimak bacaan imam dan mengucapkan amin berjama’ah imam dan makmum. Dalam shalat sir (yang bacaanya tidak jahar) dua amal berpahala tersebut pasti tidak akan ada. Berikut uraian lengkapnya yang dikutip dari Fathul-Bari bab fadlli shalatil-jama’ah—al-Hafizh Ibn Hajar sendiri menyebutkan singkat saja dari setiap poinnya. Adapun uraian penjelasannya dari penulis sendiri untuk lebih memudahkan pemahaman:
Pertama, menjawab muadzdzin dengan niat shalat berjama’ah. Untuk menjawab adzannya, yang tidak shalat berjama’ah pun akan mendapatkannya, tetapi yang niatnya khusus untuk shalat berjama’ah, ini ada kelebihan tersendiri. Pahala menjawab muadzdzin adalah dihapus dosa dan mendapatkan syafa’at.
Kedua, menyegerakan diri pada awal waktu, sebagaimana sudah dibahas pada tulisan sebelumnya, berpahala besar dan tidak terhingga.
Ketiga, berjalan ke masjid dengan tenang dimana setiap langkahnya akan dihitung menghapus dosa dan mengangkat derajat.
Keempat, masuk masjid sambil berdo’a memohon dibuka pintu rahmat.
Kelima, pahala shalat tahiyyatul-masjid.
Keenam, menunggu jama’ah shalat yang pahalanya dihitung sama dengan shalat.
Ketujuh, malaikat bershalawat dan beristighfar untuk orang yang sudah datang sejak awal, shalat tahiyyatul-masjid, dan menunggu shalat berjama’ah.
Kedelapan, malaikat siang dan malam akan menjadi saksi yang memberatkan timbangan pahala.
Kesembilan, menjawab panggilan iqamah dengan melaksanakan shalat berjama’ah (tidak ada bacaan khusus) yang akan menyebabkan seseorang jauh dari gangguan setan.
Kesepuluh, selamat dari setan yang lari karena takut mendengar iqamah.
Kesebelas, berdiri menunggu takbiratul-ihram imam atau masuk jama’ah bersamanya dalam keadaan apapun itu. Pahala menunggu dihitung pahala shalat. Bedanya di sini meski terlambat sekalipun, tetap mendapatkan pahala shalat berjama’ah meski pasti tidak sama dengan yang berjama’ah sejak takbiratul-ihram. Tentunya terlambat yang tidak disengaja, bukan sengaja melambat-lambatkan diri, sebab yang terakhir ini masuk kategori lalai yang diancam oleh QS. al-Ma’un [107] : 4-5.
Kedua belas, meraih takbiratul-ihram yang akan memperoleh dua pembebasan, yaitu pembebasan dari neraka dan pembebasan dari sifat munafiq.
Ketiga belas, meluruskan shaf dan merapatkan celah-celahnya yang akan mengusir setan dan disambungkan kebaikan oleh Allah swt.
Keempat belas, menjawab imam ketika ia mengucapkan sami’al-‘Llahu li man hamidah. Pahalanya memperoleh ampunan dosa.

إِذَا قَالَ الْإِمَامُ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُولُوا اللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ فَإِنَّهُ مَنْ وَافَقَ قَوْلُهُ قَوْلَ الْمَلَائِكَةِ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Jika imam mengucapkan sami’allahu liman hamidah (semoga Allah mendengar pujian orang yang memuji-Nya)’, maka ucapkanlah allahumma rabbanaa lakal hamdu (Wahai Rabb kami, bagi-Mu lah segala pujian). Siapa yang ucapannya bersamaan dengan ucapan malaikat, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni (Shahih al-Bukhari bab fadlli allahumma rabbana lakal-hamdu no. 796).
Kelima belas, aman dari lupa, pada umumnya, juga mengingatkan imam yang lupa.
Keenam belas, lebih mudah meraih kekhusyuan, pada umumnya, sebab sebagaimana sudah disinggung pada poin-poin sebelumnya potensi setan untuk menggoda sangat kecil, dan justru malaikat yang ikut berkerumun. Maka dari itu Nabi saw menyebutkan, semakin banyak jumlah orang yang ikut berjama’ah maka semakin baik.

وَإِنَّ صَلاَةَ الرَّجُلِ مَعَ الرَّجُلِ أَزْكَى مِنْ صَلاَتِهِ وَحْدَهُ وَصَلاَتُهُ مَعَ الرَّجُلَيْنِ أَزْكَى مِنْ صَلاَتِهِ مَعَ الرَّجُلِ وَمَا كَثُرَ فَهُوَ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى

Sesungguhnya shalat seseorang dengan seorang lainnya (berdua) lebih baik (membersihkan dosanya) daripada shalat sendirian (munfarid), dan shalat seseorang dengan dua orang lainnya (bertiga) lebih baik daripada dengan seseorang (berdua). Dan manakala lebih banyak lagi, itu lebih dicintai oleh Allah Ta’ala (Sunan Abi Dawud kitab as-shalat bab fadlli shalatil-jama’ah no. 554).
Ketujuh belas, melaksanakan gerakan dan bacaan shalat dengan sebaik mungkin, karena dalam shalat berjama’ah setiap orang akan mudah belajar praktik shalat yang baik dari orang-orang shalih.
Kedelapan belas, malaikat berkerumun mengikuti shalat. Artinya akan lebih banyak yang menjadi saksi, mendo’akan ampunan, dan menjauhkan setan.
Kesembilan belas, latihan memperbaiki bacaan al-Qur`an dan belajar rukun-rukun shalat yang benar.
Kedua puluh, memperlihatkan syi’ar Islam.
Kedua puluh satu, menakut-nakuti setan dengan berjama’ah dalam ibadah, saling menolong dalam ketaatan, dan menggiatkan orang malas.
Kedua puluh dua, selamat dari sifat nifaq juga kemungkinan adanya su`uzhan dari orang lain kepadanya bahwa ia selalu meninggalkan shalat, sebab salah satu ciri nifaq/munafiq itu adalah enggan shalat berjama’ah di masjid.

قَالَ ابْنُ مَسْعُوْدٍ: لَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْ الصَّلَاةِ إِلَّا مُنَافِقٌ قَدْ عُلِمَ نِفَاقُهُ أَوْ مَرِيضٌ إِنْ كَانَ الْمَرِيضُ لَيَمْشِي بَيْنَ رَجُلَيْنِ حَتَّى يَأْتِيَ الصَّلَاةَ وَقَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ عَلَّمَنَا سُنَنَ الْهُدَى وَإِنَّ مِنْ سُنَنِ الْهُدَى الصَّلَاةَ فِي الْمَسْجِدِ الَّذِي يُؤَذَّنُ فِيهِ

Ibn Mas’ud berkata: “Sungguh aku telah menyaksikan di antara kami (shahabat) dahulu tidak ada yang meninggalkan shalat (berjama’ah) kecuali seorang munafiq yang benar-benar telah dikenal kemunafiqannya atau seorang yang sakit. Tapi ada juga seorang yang sakit yang berjalan dengan dua kakinya sampai mendatangi shalat.” Ibn Mas’ud berkata juga: “Sesungguhnya Rasulullah saw telah mengajarkan kepada kami jalan-jalan hidayah, dan di antara jalan hidayah itu adalah shalat di masjid ketika dikumandangkan adzan padanya.” (Shahih Muslim bab shalat al-jama’ah min sunanil-huda no. 1045)
Kedua puluh tiga, menjawab salam imam. Saling mengucapkan salam antara imam dan makmum maka itu berarti saling mendo’akan keselamatan yang sempurna. Ini tidak akan terjadi jika shalat hanya sendirian, meski tidak berarti jika shalat sendirian tidak perlu mengucapkan salam.
Kedua puluh empat, mengambil manfaat dengan berjama’ah berdo’a dan berdzikir. Pahalanya sama dengan pahala majelis dzikir yang banyak disebutkan dalam hadits, yakni dikerumuni malaikat, dipenuhi rahmat, dan dibanggakan Allah swt di hadapan malaikat.
Kedua puluh lima, harmonisasi di antara tetangga dan mempererat ikatan-ikatan perjanjian di waktu-waktu shalat. Nabi saw sendiri sangat tertib menyuruh shaf shalat berjama’ah dirapikan sebaik mungkin agar tidak ada perselisihan hati.
Kedua puluh enam, diam dan menyimak bacaan imam yang jahar. Pahalanya akan dianugerahi rahmat, sebagaimana difirmankan Allah swt: “Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (QS. al-A’raf [7] : 204).
Kedua puluh tujuh, mengucapkan amin bersamaan dengan imam dan malaikat yang pahalanya akan mengampuni dosa-dosa yang telah lalu.

إِذَا أَمَّنَ الْإِمَامُ فَأَمِّنُوا فَإِنَّهُ مَنْ وَافَقَ تَأْمِينُهُ تَأْمِينَ الْمَلَائِكَةِ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Jika Imam membaca amin, maka bacalah amin, karena siapa yang bacaan amin-nya bersamaan dengan bacaan malaikat, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni (Shahih al-Bukhari bab jahril-imam bit-ta`min no. 780).
Dua pahala yang terkahir ini pastinya tidak akan ada pada shalat yang bacaannya sir (yang tidak jahar), sehingga menurut al-Hafizh, kemungkinan besar inilah yang membedakan pahala 27 dan 25 yang Nabi saw sebutkan dalam hadits.
Wal-‘Llahu a’lam.